Entah kamu percaya atau tidak, aku terlahir sebagai yang tidak terlihat. Mata normal tidak mampu menatap disetiap lekukan tubuhku. Mereka hanya mampu mendengar suara tangisku pada saat aku lahir dan menyapa dunia. Aku lahir dengan tubuh transparan. Ibuku bercerita, dikala ia hamil, sosok janinku yang bertumbuh dalam rahim normal-normal saja, sehat-sehat saja, tapi hal aneh terjadi saat kelahiranku. Ibu tetap mendorong tubuhku keluar dari rahim, tapi dokter dan perawat lainnya dibuat bingung karena tak satu wujud pun terlihat keluar. Karena situasi yang tegang dan mengherankan, satu perawat akhirnya menyadari sesuatu yang tak biasa terjadi. Ia tetap siaga untuk memegang sesuatu yang keluar, walau tak terlihat. Akhirnya dokter dan yang lainnya sepakat untuk ikut serta dalam proses melahirkan teraneh yang pernah mereka hadapi.
Satu anggota tubuhku tidak dapat disadari lewat mata siapa pun. Ibuku masih mengerang kesakitan, dan tak menyadari bahwa bayinya tak benar-benar ada. Sang perawat merasakan adanya kehadiran kepala, badan, tangan, dan akhirnya kaki, tapi tak satu pun di ruangan yang penuh keringat itu dapat melihatku. Mereka merasa aneh lagi di kala ibu sudah selesai dengan perjuangannya, dan sang perawat menggendong sosok tak terlihat tapi terdengar tangisan dari bayi normal yang baru saja dilahirkan. Ia ragu untuk menunjukan diriku kepada ibu, tapi tak ada waktu lagi.
Dengan bingung, setelah salah satu perawat membalut diriku dengan kain dan dengan wajahnya yang linglung, ia menunjukan diriku yang tak terlihat ke ibu. Dokter berbicara apa adanya, memberitahukan keanehan ini secara terus terang dan masih belum tahu bagaimana solusinya. Saat wajah dokter dan para perawat merasa iba dan bersalah, wajah ibu tersirat indah, tersenyum akan kehadiranku yang tak benar-benar hadir, kehadiranku yang tak terlihat oleh orang lain tapi terlihat olehnya, oleh mata indahnya. Ia menggendongku, lalu air mata mulai menetes satu persatu, bukan untuk kesedihan, tapi untuk kebahagiaan. “Mungkin kalian tak bisa melihatnya, tapi ia sangat jelas bagiku sebagai makhluk terindah yang pernah kulihat”.
Sejenak ibu mengingat kembali kisah silamnya 9 bulan yang lalu. Tetapnya waktu ia hendak mencuci pakaian di sebuah mata air yang tidak jauh dari rumahnya. Memang tempat itu sudah dikenal sebagai rumah makhluk halus. Pada saat ibu sedang asyik membilas kain-kain lusuhnya. Seorang lelaki yang gagah perkasa mendantanginnya. Ibu tahu lelaki itu bukanlah manusia, melainkan darat. Orang sering melihat lelaki itu, menejmur diri di temek, tepat di hulunya. orang menjulukinya raja darat.
Ada suatu perjanjian pada pertemuan itu. ibu merindukan kehadiran seorang buah hati. Sudah dua puluh tahun ia mengarungi bahtera rumah tangga bersama ayah. Tetapi sampai saat itu, mereka belum memiliki anak. Mungkin karena ayah yang impotent sehingga ibu sedari dulu tidak pernah mengandung. Segala perjuangan dikerahkan untuk memperoleh keturunan. tetapi tidak ada hasil. Mungkin ini takdir untuk kami, cerut ibu. Tibalah suatu malam, tepat pukul 00:00, ibu merasa aneh dengan tubuhnya. Sarung songke yang dikenakanya sudah tergeletak di sudut kamar. Ibu tidak menyadri sedikitpun dengan apa yang telah terjadi padanya. Rupanya ibu telah di gauli oleh seorang lelaki. Lalu ibu bangun dari ranjangnya dan merapikan rambut pada sebuah cermin. Ia melihat ada sosok laki-laki di balik bayangan itu. seketika itu juga, ibu baru menyadari bahwa malam itu adalah pelunas janji yang telah mereka lakukan di wae teku itu. Ya, janji dengan seorang lelaki darat untuk memperoleh keturunan.
Seiring bersama waktu ibu mengandung. Ia mengandung dari seorang lelaki darat. Kejadian itu sudah menjadi rahasianya. Ia tidak berani menceritakannya pada ayah. Ia takut akan hal yang terjadi dengan pernikahan mereka. Ibu merasa bahagia dengan kehamilannya, sudah pasti ayah ikut bahagia. Ayah tidah pernah mecurigai tentang siapa yang telah menggagah ibu. Mungkin karena ia percaya bahwa ini merupakan hasil dari usaha mereka melalui dukun tua itu. rupanya doa mereka telah terkabulkan oleh sang semesta.
Tepat usia kandungan ibu lima bulan, ayah pergi tanpa pamit di sebuah hutan pada saat berburu. Kata teman berburunya, ia hilang begitu saja tanpa jejak, jika sudah wafat, tiada jasad ditemukan. Berbulan-bulan tim ekspedisi mencarinya, bahkan detektif juga sudah dikerahkan, tapi tak satu petunjuk pun ditemukan. Mungkin ini cara dari lelaki darat itu, supaya bisa memiliki ibu sepenuhnya. Orang-orang mulai melupakannya, bahkan ibu sendiri sudah kehilangan rindu pada ayah.
Setelah aku lahir, banyak orang yang mencibir ibu. Mereka selalu mengatakan “engkau melahirkan seorang poti, sudah pasti ayahnya adalah poti”. Setiap hari, ibu selalu dicibirkan. Mungkin itu menjadi sarapan batinnya setiap saat. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, selain melihat ibu yang selalu berderi dengan air mata sesal. Ibu tidak pernah mempersoalkan aku adalah hantu. Bahkan aku diperlakukan, layakanya sebagai seorang anak manusia normal. Ibu membelikan aku baju, mainan, dll. Pada setiap asi yang ibu tuangkan dalam mulut mungilku ada kasih dan cinta. Cinta kepada anak semata wayangnya.
Pada suatu sore, ibu membelikan aku pakaian bergambar seorang manusia yang gantung di salib. Awalnya aku tidak senang memaki baju. Toh, aku tidak bisa di lihat oleh semua orang. Tetapi karena ibu yang memakainya. Aku turuti saja. Setiap kali aku memakai baju itu, aku selalu berpikir, sejahat inikah manusia. Sehingga ia harus di gantungkan seperti ini. Aku sudah tidak asing lagi dengan gambar itu, setiap bajuku, pasti ada gambar itu. di kamar aku dan ibu ada juga gambar itu. sempat aku tanya pada ibu, ini siapa? Ibu hanya tersenyum. Tetapi aku semakin penasaran, aku memaksa ibu untuk menjawab. Lalu, ibu menjawab, Nak, Dia ini yang telah menciptakan ibu dan kamu. Lalu aku tanya lagi, mengapa dia menciptakan aku seperti ini?. ibu, aku mau sekali bermain dengan mereka. Dalam hening itu, ibu meneteskan air mata. Mungkin pertanyaanku telah melukai hatinya.
Setiap malam ibu selalu berlutut berjam-jam di depan gambar manusia yang tersalib itu. aku selalu melihat dari balik selimut usang peninggalan ayah. Pada mulutnya selalu bergerak. Mungkinkah ibu sedang meritual pada leluhur. Aku tidak pernah tanya lagi kepada ibu, tentang aku dan gambar itu. aku takut air matanya selalu mengalir pada netranya. Ibu sering mengajak aku untuk berlutut bersamanya di depan gambar itu. awalnya aku tidak mau. Tetapi karena ibu selalu mengajak dan memaksa aku. Aku pun menurutinya. Setiap kali berlutut, aku selalu mendengarkan kata-kata ibu “ Tuhan, aku sungguh percaya akan kuasa-Mu. Jikalau boleh ijinkan anakku menjadi manusia seutuhnya. Bukankan Engkau telah berkorban untuk kami, ijinkan Engkau juga berkorban untuknya”. Aku mengafal kata-kata itu, karena ibu selalu mendaraskannya dengan air mata bersedu tanpa jeda.
Tepat suatu waktu, ibu menceritakan tentang paskah Tuhan. Ia menceritakan banyak hal tentang gambar manusia yang di salib itu. Mulai dari rumah Pilatus sampai mati naas pada salib. ibu menceritakan itu semua, karena hari itu adalah paskah Tuhan. Ibu tidak pergi kegereja hari itu. ia sibuk menghiasi gambar Tuhan dengan bunga-bunga indah. Pada pukul 08:00 malam, ibu kembali mengajak aku untuk berlutut di depan gambar Tuhan.
Pada saat itu, ibu tak bersuara, ia berdoa dengan khusyuk. Mata terpejam, tangannya yang keriput termakan waktu bertengadah ke gambar itu. aku hanya sibuk melihat ibu. Dalam keheningan itu, tiba-tiba ibu berteriak “ Tuhan, sudah pas-kah waktunya?”. Seketika itu juga, aku menjadi manusia normal. Aku bukan lagi hantu. Aku telah menjadi manusia normal. Doa dan cinta ibu merubah aku menjadi manusia. Aku sejadi-jadinya memeluk ibu. Isak tangisku dan ibu memecah kesunyian malam. Pas’kah Tuhan bangkit bersama aku.
Keterangan:
Wae teku: sebutan dalam Bahasa Manggarai untuk Mata Air.
Darat: sebutan dalam Bahasa Manggarai untuk Makhluk Gaib (umumnya yang tinggal di mata air, rawa-rawa, dll).
Temek; sebutan Rawa-rawa dalam Bahasa Manggarai.
Songke; Tenunan khas orang Manggarai.
Poti; sebutan setan dalam Bahasa Manggarai.
Penulis adalah Pegiat Sastra Sampul Buku Unit Gabriel. Asal Lembor-Manggarai Barat. Tinggal di Ledalero-Maumere