Fase Krusial Pemilu 2019

Alvino latu

Konstalasi politik nasional sudah memasuki fase krusial. Sejak gong kampanye resmi ditabur oleh KPU kedua pasangan yang maju sebagai kontestan (pasangan Jokowi-Maruf dan pasangan Prabowo-Sandi) bersama partai koalisi bersepakat untuk memulai kampanye dengan “Deklarasi Kampanye Damai PEMILU 2019’ yang berlangsung di kawasan MONAS, Minggu 23 september 2018 silam.

Tahun pun berganti, riuh politik nasional ramai diperbincangkan mulai dari analisis dari pengamat politik hingga para penjual sayur di pasar pun tak ketinggalan update. Warna demokrasi ini menegaskan bahwa demokrasi hakikatnya milik rakyat tanpa ada dikotomi status sosial maupun tingkatan pendidikan di antara warga negara.

BACA JUGA:  Jokowi Menyapa Prabowo - Sandiaga Kawan Baik Saat Debat Capres

Seiring waktu berlalu janji kampanye damai anti SARA dan anti HOAX yang telah dikumandangkan ternyata hanyalah paranoya belaka.

Buktinya publik disuguhkan serial politik yang penuh intrik seperti berita hoax Ratna Sarumpaet, politisi sontoloyo, politik genderuwo hingga sebutan tampang boyolali menjadi bumbu santan santapan konsistuen produksi market politikus kebablasan. Panorama demokrasi kontras dengan esensi demokrasi, rakyat diperhadapkan dengan berbagai bentuk isu primordial dan realitas politik yang cendrung pragmatis.