Herry Battileo: Pembuktian Hak Atas Tanah Hibah Secara Lisan

Img 20220111 wa0019 1 jpg

KOTA KUPANG, SorotNTT.Com-Betapa sulitnya membuktikan hak atas tanah karena jarang sekali ada bukti surat tentang alas hak atas tanah dan juga semua proses peralihan hak atas tanah dilakukan secara lisan terutama hibah yang seharusnya dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT).

Salah satu langkah membuktikan hak atas tanah adalah saksi dan okupasi yakni penempatan secara terus menerus atas obyek tanah.

Akan tetapi yang menjadi masalah adalah ketika pemilik yang menghibahkan tanah kepada pihak lain, meninggal dunia, anak atau cucunya meminta kembali obyek tanah yang telah dihibahkan tersebut. 

BACA JUGA:  Personel Polsek Reo, Sat.Polair dan Koramil 1612 -03 Kegiatan Rapid Diagnostik Test Antigen

Fenomena ini sering terjadi hibah terhadap misi untuk bangun sekolah atau gereja, masjid dan lainnya, cucu penghibah pulang dari merantau menuntut kembali obyek tanah tersebut. 

Seharusnya obyek tanah yang telah dihibahkan kepada pihak lain maka hak milik atas obyek tanah tersebut telah beralih kepada penerima hibah, sehingga tidak boleh diminta kembali dengan alasan apapun.

BACA JUGA:  Pj. Gubernur NTT Ajak Masyarakat Jaga Kelestarian Mangrove

Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, pasal 24 ayat (2), memberi jawaban atas kerumitan pembuktian hak atas tanah. Paragraf 2 Pembuktian Hak Lama Pasal 24 (2) Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembuktian hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya, dengan syarat :
a. penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya;
b. penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.