Itulah Ayahmu

Img 20211111 wa0089 7 jpg

Oleh: Sil Joni

Opini || SorotNTT.Com, – Status sebagai ‘mantan ayah’, hanya ada dalam wilayah pikiran. De facto, sekali predikat ‘keayahan’ itu kita sandang, maka status itu tetap melekat hingga ke keabadian. Status sebagai ayah dari si A atau B tidak akan putus, meski faktanya sang ayah itu sudah berpisah atau bercerai dengan sang ibu.

BACA JUGA:  Gubernur : Produksi Garam Industri adalah Bentuk Kedaulatan Rakyat

Pun ketika seorang ayah bertindak bejat dan brutal terhadap anak-anak dan ibu, status keayahannya tidak copot begitu saja. Jabatan sebagai ayah itu bersifat permanen. Ayah tetaplah ayah dari anak tertentu. Jika segudang perilaku immoral diperlihatkan oleh seorang ayah, kiranya suara ini, “itulah ayahmu”, menyadarkan kita bahwa dia tetap ayah kita. Perannya boleh saja diganti oleh orang lain, tetapi ‘prestasinya’ dalam menciptakan makhluk baru (anak), tetap tak terbantahkan.

BACA JUGA:  Saluran Irigasi Wae Ces 3 Jebol, Masyarakat Gotong Royong Lakukan Perbaikan

Seorang ibu ‘tidak mungkin’ melaksanakan peran sebagai ko-kreator Allah tanpa kehadiran seorang ayah. Dirumuskan dalam bahasa filosofis; ibu, baru bisa disebut ibu jika ada ayah. Demikian pun seorang anak, tidak bisa dipikirkan, tanpa kehadiran ayah. Relasi triadik antara ibu-ayah-anak tidak hanya berdimensi afektif (emosional), tetapi juga bersifat eksistensial (bagian dari cara berada sebagai manusia).