Merajut Benang Demokrasi dan Revolusi Mental

Merajut benang demokrasi dan revolusi mental

Bangsa Indonesia memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) setiap tanggal 20 Mei. Pada tahun 2019 ini, Harkitnas sudah berusia 111 tahun dihitung sejak proses sejarah yang ditandai dengan lahirnya organisasi Boedi Utomo pada 20 Mei 1908. Jika kita membedah dari kelahirannya, Boedi Utomo adalah organisasi pribumi yang bergerak  tentang persatuan dan kesatuan. Meskipun ketika pertama kali berdiri, Boedi Utomo belum menyasar ke ide nasionalisme secara keseluruhan, namun semangat untuk bersatulah yang menjadi pemicu lahirnya organisasi tersebut. Saat itu, ruang gerak sangat terbatas dan hanya bergerak dalam bidang pendidikan, ekonomi, dan sosial budaya.

BACA JUGA:  Partai Golkar Targetkan 18% Suara Nasional

Jika kita kembali ke sejarah, kebangkitan nasional adalah momentum dimana bangkitnya rasa dan semangat persatuan dan kesatuan serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia yang sebelumnya tidak pernah muncul saat penjajahan Jepang juga Belanda. Masa itu ditandai degan dua peristiwa penting, yaitu berdirinya Boedi Utomo 20 Mei 1908 dan ikrar Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Momentum ini pula selalu menjadi peringatan yang besar bagi bangsa kita. Banyak pertanyaan yang muncul mengingat usia Harkitnas yang sudah berumur tua. Apakah Harkitnas hanya sebatas memperingati saja? Jika kita ingin bangkit dari keterpurukan, kita sendirilah yang harus memulainya. Kita harus merubah mindset diri kita, untuk menjadi pribadi yang berani bangkit dan berani untuk merdeka. Di Hari Kebangkitan Nasional yang ke-111, apakah kita sudah “bangkit”? Apakah kita sudah bangkit dari permasalahan yang ada di masyarakat kita? Apakah kita sudah benar-benar merdeka?