Pendidikmu Siapa

Img 20220502 wa0087 1 jpg

Oleh: Gerard N. Bibang


Saat-saat sekarang ini ketika segala-galanya adalah kasat mata yang sifatnya materi; seseorang dianggap alim karena terlihat pakaian yang dikenakan mendapat label busana agamis; seseorang dianggap kaya karena barang-barang yang ia kenakan atau kendaraan yang ia gunakan; penampilan luaran adalah kualitas, apa-apa yang wah identik dengan kehebatanmaka siapakah pendidikmu; ialah gurumu, ibumu, ayahmu, mungkin sahabatmu, mungkin saudari dan saudaramu, yang memberimu seperangkat mata untuk melihat lebih dari yang kasat mata; untuk membuatmu see beyond, untuk melihat intuitif bahwa menjadi manusia itu bukan ‘having more’ tapi ‘being more’; bahwa substansinya bukan luaran itulah yang dijadikan ukuran; alimnya seseorang adalah wilayah privat yang tidak bisa engkau nilai secara kasat mata; begitu juga dengan kayanya seseorang, tidak bisa engkau pastikan ia adalah orang kaya hanya dari barang-barang yang ia punya

Saat-saat sekarang ini ketika virus corona, sang monster mungil itu, memporakporandakan prasangkamu, cara pandangmu, pola pikirmu, zona nyamanmu secara serempak, tidak terduga dan tiba-tibamaka siapakah pendidikmu; ialah gurumu, ibumu, ayahmu, mungkin sahabatmu, mungkin saudari dan saudaramu yang meyakinkanmu untuk berterimakasih kepada monster kecil itu karena ia telah mengembalikan barang-barang mahal yang hilang, kembali lagi kepadamu; barang-barang itu berupa ilmu, pengetahuan dan kesadaran tentang banyak hal mendasar pada kehidupanmu; ialah kesadaran bahwa pada hakikatnya engkau tidak berdaya-berdaya amat atas kemungkinan-kemungkinan dalam kehidupan ini; kesadaran bahwa engkau punya kecenderungan yang terlalu besar untuk merasa besar, merasa hebat, merasa pandai, merasa paling bisa melakukan banyak hal dibanding saudara-saudaramu makhluk lain yang sama-sama hidup di bumi inisaat2 sekarang ini ketika banyak ahli dan ahli-ahlian berbicara dengan mulut berbusa di ayar kaca dan layar maya, berlagak serba tahu tentang segala sesuatu dan membuatmu galau maka siapakah pendidikmu; ialah gurumu, ibumu, ayahmu, mungkin sahabatmu, mungkin saudari dan saudaramu yang berkata kepadamu: ‘come on gaes, besar kepalamu ada batasnya, bahwa hal-hal kecil saja sebenarnya engkau tidak pernah tahu, yaitu perbedaaan mendasar antara cabe dengan pedasnya, antara kentut dengan baunya, antara gula dengan manisnya; bahwa ilmu pengetahuan paling modern pun, tidak bisa menjelaskan apa itu manis atau asin; bahwa engkau dan ilmumu hanya bisa mengenali tanda-tanda dari yang dirasakan, kemudian merumuskan komposisi kimiawi dan dialektika sosialnya, kalau rumusnya begitu jadinya manis, kalau rumusnya begini jadinya busuk; maka, engkau pun bisa merasakan pahit dan manis, tetapi tidak mampu mengilmui dan mengilmukan pahit dan manis, kecuali sejauh batasan yang disepakati bahwa ini manis itu pahit; tetapi hakiki manis dan pahit tidak terjangkau oleh ilmu pengetaahuanmu; jadi, engkau dan pengetahuanmu ada batas-batasnyasaat2 sekarang ini ketika engkau dipaksa tinggal di rumah, apa-apa di rumah, jaga jarak juga meski di rumah, entah untuk berapa lama, engkau pun tidak tahu dan engkau pun sendumaka siapakah pendidikmu; ialah gurumu, ibumu, ayahmu, mungkin sahabatmu, mungkin saudari dan saudaramu, yang meyakinkanmu bahwa rumahmu, ya rumahmu, bahwa house-mu belum tentu home-mu, bahwa ada perbedaan mendasar antara house dan home, bahwa rumahmu adalah cintamu; bahwa virus corona telah mengembalikan apa yang hilang di dalam kehidupanmu yaitu home, cinta sejati, kasih sayang, kebersamaan yang seharusnya merupakan sumber keindahan hidupmu selama ini tapi telah dirusak oleh politik, kerakusan, kapitalisme maniak, korupsi, sentimen SARA dan kegilaan untuk megah dan mewah serta peradaban yang lebih memompa-mompa diri merebut hasil daripada menghargai proses, yang membuat dirimu pergi pagi dan sering pulang pagi