PPMAN Wilayah Nusa Bunga Region Bali- Nusra Mendesak Kapolda NTT Tarik Mundur Aparat dari Rendubutowe

Nagekeo,Sorotntt.com – Advokat atau Pengacara yang tergabung dalam Wadah Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) Wilayah Nusa Bunga Region Bali Nusa Tenggara Menyatakan diri siap mendampingi perjuangan Masyarakat Adat Kampung Rendu,Desa Rendubutowe, Kecamatan Aesesa selatan,Kabupaten Nagekeo,Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam mempertahankan Hak-haknya.

“Kemarin tanggal 12 Desember 2021 Kami mendatangi Komunitas Adat Rendu untuk menggali lebih jauh terkait fakta lapangan. kemudian dikaji untuk dapat menentukan Langkah Hukum apa yang nantinya ditempuh”,Ujar PPMAN Wilayah Nusa Bunga Region Bali- Nusra Maximilianus Herson Loi, S.H Selasa,14/12/2021.

Maximilianus Herson Loi, S.H Mengatakan bahwa , Berdasarkan Fakta yang berhasil Kumpulkan dilapangan bahwa sejak tanggal 9 Desember 2021 terjadi aksi represif yang dilakukan oleh aparat gabungan Polisi dan Brimob dari Polres Nagekeo.

“Aparat Polisi dan Brimob dengan keras dan kasar menerobos barisan Ibu -ibu yang sedang berbaris melakukan Penghadangan serta tanpa manusiawi memaksa masuk ke lokasi pembangunan waduk di Lowose. Pagar yang dibangun oleh Masyarakat adat Rendu dibongkar paksa dan dirusak. Akibat terobos masuk ada beberapa Ibu-ibu yang mengalami Luka Lecet dan HP rusak dibanting oleh Aparat”, Kata Herson Loi.

BACA JUGA:  Pasar Induk Cibitung : Sampah Menumpuk, Pungli Dibiarkan Merajalela

Parahnya lagi , Lanjut Herson Loi, Bendera organisasi AMAN dan Bendera Perempuan AMAN dicabut dan dibakar.

“Tindakan Pembakaran terhadap Bendera merupakan Suatu Penghinaan terhadap organisasi AMAN dan Perempuan AMAN mengingat Bendera merupakan Simbol Organisasi. Selain menghina Organisasi tindakan Aparat Polisi dan Brimob juga patut diduga melanggar HAM padahal Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2009 jelas Pengaturannya bahwa Dalam menjalankan Tugasnya Polri harus menjunjung tinggi HAM namun yang terjadi dilapangan bertolakbelakang dengan Perkap tersebut”,Tegasnya.

Lanjutnya, Perkap tersebut seolah hanya menjadi kertas kosong semata. Padahal Tugas Utama Polri adalah Mengayomi. Mengayomi dalam konteks ini Polri mesti berada ditengah tengah. Tidak boleh memihak salah satu pihak, apalagi jika memihak Penguasa dan pengusaha. Hakikatnya Institusi Polri hadir dan terbentuk bukan karena Penguasa dan Pengusaha melainkan karena adanya Rakyat termasuk masyarakat adat.

Untuk itu , Pihaknya meminta Polri harus lebih mengedepankan pola pendekatan humanis bukan kekerasan. Pendekatan Kekerasan yang dilakukan oleh aparat Polisi dan Brimob terhadap Masyarakat Rendu masuk Kategori tindakan sewenang – wenang atau tindakan yang melampaui batas kewenangan. Polisi dan Brimob seolah menjadi Musuhnya rakyat( masyarakat adat) dan menjadikan dirinya sebagai Pengaman kepentingan penguasa dan pengusaha.

BACA JUGA:  Personil Polres Manggarai Giat Operasi KRYD di Wilayah Kota Ruteng

Menurutnya, Masyarakat Adat Rendubutowe tidak Menolak Pembangunan Waduk. Tidak ! Yang ditolak oleh Masyarakat adat Rendu adalah Lokasi pembanguanannya. Mengapa itu ditolak? Karena jika Waduk dibangun di Lowose maka menjadi Prahara buruk bagi Masyarakat adat Rendu. Kampung, Fasilitas Sosial, Kebun, Padang Pengembalaan, Pekuburan Leluhur, Rumah Ibadah serta Tempat tempat ritus serta kearifan lokal lainnya akan lenyap dan hilang. Dapat dikatakan Identitas dan jati diri Masyarakat adat Rendu akan hilang Jika waduk ini dibangun di Lowose.

“Tidak hanya menolak Lokasi, masyarakat adatpun menawarkan solusi dua tempat alternatif untuk dijadikan lokasi pembangunan Waduk yaitu Lokasi Malawaka dan Lowo Pebhu. Masyarakat adat Rendu cerdas dan bijak. Mereka menawarkan lokasi alternatif dan semestinya Pemerintah mendengar aspirasi Masyarakat adat. Pemerintah tidak boleh memaksakan kehendak untuk bangun Waduk di Lowose, sementara Masyarakat Menolak. Musti ada Renegosiasi untuk membicarakan dua tempat alternatif yang ditawarkan oleh masyarakat adat rendu yaitu Malawaka dan Lowo Pebhu”, Pungkas Herson Loi.

Pihaknya juga meminta Polres Nagekeo untuk Menindaklanjuti Pengaduan Masyarakat Adat Rendu pada tahun 2018 terkait adanya tindakan penganiyaan terhadap salah satu anggota Masyarakat adat Rendu serta Pengrusakan terhadap rumah jaga yang dibangun Masyarakat adat Rendu. Penganiayaan dan Pengrusakan itu diduga dilakukan oleh Oknum Polisi.

BACA JUGA:  Kepengurusan FORKI Kabupaten Manggarai Periode 2019-2023 Resmi Terbentuk

“Ingat semua orang sama dihadapan Hukum. Jangan ada diskriminasi dalam Penanganan kasus. Kami menuntut Kepastian Hukum atas Kasus tersebut”, Harapnya.

Berikut tuntutan PPMAN Wilayah Nusa Bunga Region Bali- Nusra yakni:

  1. Mendesak Kapolri, Kapolda NTT dan Kapolres Nagekeo untuk segera menarik mundur aparat Polisi dan Brimob dari Rendubutowe.
  2. Meminta Komnasham dan Komnas Perempuan RI untuk melakukan Penyelidikan terkait dugaan Pelanggaran HAM dan Perempuan yang dilakukan aparat Polisi dan Brimob sejak tanggal 9 Desember 2021 hinggah hari ini
  3. Mendesak Pemerintah RI, Pemerintah Daerah NTT dan Nagekeo untuk segera melakukan Renegosiasi dengan Masyarakat Adat Rendubutowe terkait Lokasi alternatif yang ditawarkan Masyarakat adat Rendubutowe
  4. Mendesak BWS NT II untuk menghentikan sementara kegiatan dilokasi sampai dengan adanya Kesepakatan bersama dengan Masyarakat adat .

Laporan: Dodi Hendra