Pertikaian antar warga Matim dan Ngada di perbatasan beberapa hari lalu memantik reaksi dari Himpunan Pelajar Mahasiswa Manggarai Timur (HIPMMATIM) Kupang.
Pasalnya, peristiwa ini terjadi setelah Gubernur NTT dan Bupati dari kedua kabupaten menandatangani nota kesepakatan batas wilayah Matim-Ngada pada tanggal 14 Mei 2019. Kebijakan ini cacat prosedur, karena tidak melibatkan tokoh-tokoh yang paham akan sejarah tapal batas dan SK Kemendagri tahun 1973.
HIPMMATIM menilai Nota Kesepakatan Gubernur NTT, Bupati Ngada dan Bupati Manggarai Timur tersebut tidak menyelesaikan masalah tapal batas dan justru menimbulkan perpecahan ditengah masyarakat di perbatasan hingga berujung pertumpahan darah.
Padahal setelah Nota Kesepakatan itu diumumkan, Pemerintah dibanjiri kritikan dan aksi penolakan oleh masyarakat di perbatasan, tetapi tidak direspon oleh pemerintah.
Peristiwa saling bacok hingga jatuh korban beberapa hari yang lalu merupakan kelanjutan dari aksi masyarakat yang tidak setuju dengan keputusan sepihak pemerintah sebagaimana pengakuan camat elar selatan yang dilansir Voxntt.com, Sabtu (19/10/2019).