Seruan Pemuda Desa Perantau di Tahun Politik 2019

Fansianus Jebatur - opini Pilpres 2019

Politik merupakan jembatan menuju perubahan, dimana akan memilih anggota DPRD/RI, DPD RI dan Presiden/Wapres 2019-2024 yang nantinya akan menyambung aspirasi masyarakat. Banyak orang  tidak memahami makna atau tujuan utama dari sebuah politik, sehingga dalam memberikan hak suaranya tidak tepat pada sasaran yang menjadi perwakilan rakyat itu sendiri dikarenakan memilih seorang pemimpin hanya karena memiliki hubungan keluarga atau money politic (politik uang) bukan karena track record (rekam jekak) atau latar belakang dari calon pemimpin itu sendiri. Maka dari itu saya mengajak kita semua untuk memilih seorang pemimpin harus dilihat dari latar belakang dan bukti pengabdian dari calon pemimpin itu sendiri terutama untuk daerah kampung halamanku tercinta di Kecamatan Rahong Utara, Kabupaten Manggarai, NTT.

Politik bukan semata hanya untuk memilih karena kasihan ataupun paksaan dari kalangan pihak tertentu, ataupun karena menerima sogokan pihak lain, dan entah itu hubungan keluarga, sahabat ataupun orang kaya. Maka dari itu pilihlah sesuai hati nurani kita masing-masing dan memilih pemimpin harus sesuai yang kita lihat dan rasakan baik dari kinerja dan bagaimana seorang pemimpin itu bisa mengayomi masyarakatnya, menjalankan visi dan misinya untuk maju dalam pintu perubahan, terutama dalam menghadapi Revolusi 4.0, sehingga untuk menjaga rasa persatuan dan kesatuan dalam keluarga, bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, kita harus menjadi pemilih yang cerdas tentunya sesuai hati nurani kita masing-masing. ’’Nai Ngagil Tuka Ngengga, Muku Ca Pu’u Neka Woleng Curup Teu Ca Ambo Neka Woleng Lako’’ marilah kita memilih pemimpin yang merakyat ‘’Padir Wa’i Rentu Sa’i” 17 April 2019 mendatang.

BACA JUGA:  Alumni Jogja Satukan Indonesia: Jokowi Akan Bersepeda

Toe landing le bora, loasn congkal momang (bukan karena dia kaya, lahirlah rasa belas kasih). Toe landing le tinu, irupn ka’eng liup (bukan karena diberi sesuatu, duduk bersama terjadi). Landing bantang tetiy adak, paka manga caca’n larn nincir ici’n (namun di saat mengangkat pemimpin mesti ingat dengan tenaga orang lain yang telah membantunya.

BACA JUGA:  HUT Manggarai Barat Ke-19, Komodo Lawyers Club Ingatkan Pemda Untuk Tahu Berterima Kasih

Perbedaan politik pada tahun ini merupakan salah satu sejarah baru dalam sejarah bangsa Indonesia bagaimana pentingnya partisipasi masyarakat, terutama dalam hal memberikan hak suaranya sebagai bukti kepedulian, rasa cinta dan tanggung jawab sebagai warga negara yang menentukan nasib bangsa Indonesia. Perbedaan politik pada tahun ini bukan hanya terletak pada serentaknya pilpres dan pemilihan legislatif tetapi perbedaan yang paling sangat luar biasa pada tahun ini adalah banyak kader-kader baru yang bertarung dalam pemilihan serentak ini, terutama banyak kader yang lahir dari berbagai kalangan, terutama kalangan milenial. Kehadiran kader baru dan kaum milenial inilah yang menjadi pewarna baru bagi bangsa Indonesia.

Dahulu tokoh pendiri bangsa Indonesia menyatakan bahwa ’’berikan aku sepuluh pemuda biar ku goncangkan dunia’’. Pernyataan ini membuat saya bergetar dan saya pun merasa bangga dengan kehadiran para kaum milenial dalam kontestasi pemilihan umum di tahun 2019 karena bisa menjawab impian dari tokoh pendiri bangsa. Akan tetapi dalam kontestasi ini saya sedikit kawatir karena banyak para calon yang digunakan sebagai alat untuk memenuhi syarat lolosnya sebuah parpol dalam kontestasi politik di tahun 2019 ini. Persyaratan inilah yang membuat lahirnya kader-kader dalam parpol untuk mengisi persyaratan untuk meloloskan sebuah parpol yang pada dasarnya kader tersebut hanya sebagai bola politik.

BACA JUGA:  Natal Bagi Orang Lewoleba Yang Mengungsi Akibat Letusan Gunung

Kehadiran wajah baru dalam pemilihan ini membuat masyarakat menjadi bingung akan pilihannya karena berbagai penilaian. Menurut saya, semakin banyak pendatang baru atau para calon, semakin mudah kita untuk menilai, karena semuanya belum tentu menjadi satu untuk rakyat. Maka dari itu saya mengajak kita semua untuk menggunakan suara hati agar suara hati itu sendiri menjawab aspirasi kita semua kepada gerbang atau pintu perubahan.

Jayalah Kampungku,
Jayalah Negeriku …
Salam Persatuan
Salam Pemuda Desa

Fansianus Jebatur
Mahasiswa Bahasa, FKIP Universitas Palangka Raya

Catatan Redaksi SorotNTT.com:
Opini yang dimuat di media SorotNTT.com merupakan tanggung jawab penulis di Kolom Opini. Isi tulisan di luar tanggung jawab Redaksi SorotNTT.com.