
MBAY, SorotNTT.com – Bupati Nagekeo, Yohanes Don Bosco Do membentuk Tim Percepatan Pembangunan Kabupaten Nagekeo pada hari Rabu (19/6/2019) di Jakarta.
Sesuai informasi yang dihimpun media dari laman resmi Facebook Humas Kabupaten Nagekeo, Tim Percepatan Pembangunan Kabupaten Nagekeo yang merupakan masyarakat diaspora NTT di Jakarta bertujuan untuk percepatan dalam pembangunan infrastruktur strategis seperti waduk, bandara, dan pelabuhan laut di Nagekeo.
Tim Percepatan Pembangunan dibentuk melalui Surat Keputusan Bupati Nagekeo Nomor 298/KEP/HK/2019 tanggal 19 Juni 2019 dikoordinasi langsung oleh Staf Khusus Presiden Republik Indonesia Gories Mere.
Nama-nama yang tergabung dalam Tim Percepatan Pembangunan Nagekeo di bawah pimpinan Gories Mere, adalah Ricard Joost Lino (mantan Dirut PT. Pelindo II), Primus Dorimulu (Direktur Pemberitaan di Beritasatu Media Holding), Yappi Manafe (mantan Deputi Pencegahan Badan Narkotika Nasional), Dr. Ir. Agus Santoso (mantan Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan), Frans Padak Demon (Wartawan Senior), Husein Alaydrys (mantan Irjen Kementerian Pariwisata), Sapta Nirwanda (mantan Wakil Menteri Pariwisata RI), Dr. Dodi S. Abdulkadir (Pakar Hukum Bisnis Internasional), Drs. Bernardinus Fansiena (Pj. Sekda Kab. Nagekeo) dan Drs. Elias Siga Tawa (Kepala Bagian Administrasi Pembangunan dan Layanan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pada Setda Kabupaten Nagekeo).
Dari susunan nama-nama yang dicantumkan dalam Surat Keputusan Bupati Nagekeo tanggal 19 Juni 2019, dikritisi oleh salah satu diaspora Nagekeo di Jakarta, Beny Daga, S.H terkait dimasukkannya nama mantan Dirut PT Pelindo II, Ricard Joost Lino yang merupakan tersangka KPK.
Saat dikonfirmasi SorotNTT.com melalui pesan WhatsApp pada Rabu (17/7/2019), Beny membenarkan bahwa Ricard Joost Lino merupakan tersangka KPK yang disaksikan langsung adanya pajangan baliho panjang di depan kantor KPK RI dengan ditulis nama Ricard Joost Lino.
“Bagi sebagian orang yang awam hukum dan tidak peka dengan informasi apa pun selalu melihat dan menilai kebijakan Bupati terkesan biasa dan seolah tidak ada persoalan. Demikian respons masyarakat di sana (Nagekeo) biasa juga karena mereka tidak tahu siapa itu RJ. Lino, seperti apa sepak terjang beliau dan bagaimana statusnya hari ini di KPK. Kita yang berada dekat dengan sentral birokrasi atau paling tidak memahami gejolak hukum nasional dan memiliki kualitas mental dan moral yang baik perlu mengoreksi hal-hal semacam ini. Koreksi tidak berarti kita melawan apalagi menolak terkait kehadiran Tim Percepatan Pembangunan Nagekeo. Itu tafsiran yang keliru, sempit, tidak berdasar, dan serampangan,” papar Beny.
Lebih jauh Beni menjelaskan, karena kita sebagai bagian dari publik yang ikut mengawas setiap kebijakan Bupati Nagekeo yang ada pejabat TUN, yang kemudian ceroboh menerbitkan produk ketatanegaraan skala daerah salah satunya SK Bupati Nagekeo soal Tim Percepatan Pembangunan Nagekeo ini, maka kita secara moral, etika, dan hukum dipanggil kemudian perlu memberi edukasi pada publik bahwa membawa masuk pihak-pihak yang bermasalah hukum ke Nagekeo memiliki implikasi yang buruk dan merusak nama baik kita.
“Kita tidak bisa hanya menonton kemudian memaklumi pilihan Bupati hanya karena alasan kerdil bahwa R. J. Lino tidak membawa duit hasil korupsi untuk Nagekeo dan yang dibutuhkan dari R. J. Lino adalah pemikirannya, bagi saya agak aneh dan terdengar konyol. Titiknya bukan di situ tetapi kritik kita, koreksi kita yakni kelemahan yang sangat mendasar dari Bupati Nagekeo yang tidak mempertimbangkan sisi etika, moral, dan hukum yang sangat kita junjung demi pemerintah yang bersih dan berintegritas di mata publik. Memilih R. J. Lino itu terlalu dipaksakan, sementara beliau menyandang status tersangka di KPK, apakah kita benar-benar kehabisan orang hebat, jujur, bersih, dan berintegritas sampai harus memilih R. J. Lino? Kita harusnya malu dan mendukung kerja-kerja KPK dengan tidak memberi ruang kepada setiap orang termasuk R. J. Lino yang tengah terbelit dengan persoalan hukumnya agar prosesnya tidak terganggu dengan kerja-kerja daerah yang melibatkan beliau,” pungkas Beny.
Beny menyayangkan jika Bupati Nagekeo terus memakai SK yang ada dan tidak segera mengevaluasi atau melakukan koreksi soal Tim Percepatan Pembangunan Nagekeo yang melibatkan nama Richard Joost Lino yang juga menjadi tersangka korupsi pengadaan crane di KPK. “Maka kita sedang membiarkan publik menonton bagaimana badut-badut sedang berakrobatik di kabupaten kita,” tutupnya. (Yanto)