Emaus seharusnya menjadi titik paling kelam dari keputusasaan para murid. Emaus seharusnya menjadi titik paling gelap, ambil jarak, tak mau sibuk lagi dengan urusan tentang Yesus, tak perlu ada berita. Mereka sampai pada malam hari, titik paling gelap dalam peredaran hari, titik tanpa perjumpaan dengan orang lain, titik diam.
Tetapi di malam hari di Emaus, mereka menahan TUHAN supaya masuk ke rumah mereka.
Ini keren, perhatikan, TUHAN berjalan bersama mereka sambil menjelaskan tentang DIA dari kitab suci. Sampai di Emaus, sesuatu yang luar biasa terjadi, mereka mengundang TUHAN masuk.
TUHAN akan menemani kita, berjalan bersama kita, menjelaskan tentang CintaNya melalui banyak hal yang mungkin tidak kita sadari, salah satunya, mungkin renungan sederhana ini. Mesti ada satu titik, kita membuka hati kita, Emaus kita, malam kita, untuk membiarkan TUHAN masuk. Pada titik itu, TUHAN memberi kita harapan.
Kisah pemecahan roti di Emaus serentak membuat keduanya mengenal TUHAN Yesus. Di dalam aktus pemecahan roti, Tuhan Yesus kembali membuat mereka mengingat dan memahami semuanya. Di dalam pemecahan roti Ekaristi, apa yang mereka dengar dari Yesus, apa yang mereka alami dari Yesus, wafat dan kebangkitan Yesus, disatukan. Di dalam Ekaristi, mereka mengingat kembali cinta TUHAN yang menyerahkan tubuh dan darahNya kepada mereka. Maka saat segalanya kembali, bukan hanya wajah, bukan hanya sabda, tetapi terutama bukti cinta TUHAN, tek, mereka mengenal Yesus.
Maka, maaf, kalau ada yang bilang Ekaristi itu pilihan, apalagi untuk kita sebagai imam dan calon imam, tolong diubah sekarang.