Kita Bukan Lagi Orang Asing dan Pendatang

IMG 20221101 WA0106 1 jpg

(demi memeluk citra kebangsaan)

Oleh: P. Kons Beo, SVD

-satu permenungan-

“Apakah Engkau satu-satunya orang asing di Yerusalem, yang tidak tahu apa yang terjadi di situ hari-hari ini?”

(Kleopas kepada Yesus, dalam bingkai percakapan menuju Emaus, Lukas 24:18)

Kita lagi benturan?

Tanda ketidaksiapan hati makin menderang. Yang terjadi hari-hari ini adalah kata hati penuh amarah. Kita berontak. Hanya karena satu dua kisah yang tak diantisipasi. Letupan emosi menggelegar. Semburan sumpah serapah berseliweran. Yang dilihat di luar diri adalah sasaran perlawanan. Sebab, di situ banyak tersimpan segala ‘yang mengancam.’

BACA JUGA:  Satu Orang Tewas dan Tiga Korban Mengalami Luka Tersambar Petir di Desa Teno Mese, ELSEL

Rasa terancam adalah bibit nan unggul untuk alam permusuhan. Dan alam luar lah yang dituduh sebagai sumber kegalauan dan kerancuan itu. Namun, sekian lupa kah kita bahwa sindrom rasa ‘memiliki yang keterlaluan’ bisa pula jadi awal pertentangan yang berujung petaka?

Kibaran bendera permusuhan

“Ketika engkau tetapkan sesuatu sebagai milikmu, sejak itu pula bendera permusuhan dikibarkan,” begitu kira-kira apa yang dapat ditangkap dari Henri Nouwen. Sebab, kita sendiri bakal tak sanggup membendung hasrat dari yang lain, yang berjuang pula untuk ‘menggapainya.’