Maka peran guru menjadi sangat strategis untuk membangun diskursus pengetahuan. Herman J. P. Maryanto dalam bukunya Guruku Matahariku; Merenungi dan Memaknai Profesi (2011: 98-99), menegaskan bahwa dalam era ini guru tidak boleh hanya menyiapkan satu kunci jawaban yang benar. Dengan hanya memiliki satu jawaban benar, niscaya guru bukanlah mendidik anak, melainkan mengerdilkan kreativitasnya, membunuh kebebasan berpikirnya, dan akhirnya menutup potensinya. Pekerjaan sebagai guru bukanlah hal yang mudah. Ia mesti melibatkan hati. Melibatkan hari berarti ada keterarahan terhadap tugas yang diemban.
Alfie Kohn dalam bukunya The School Our Children Deserve (2007) mengatakan bahwa “guru yang baik ialah mereka yang menghormati dan bekerja keras untuk mencari tahu apa yang sudah diketahui siswa-siswanya. Artinya guru memiliki kemampuan untuk membaca minat siwa. Dengan mudah guru kemudian memotivasi dan memberikan pengetahuan, sebab minat siswa sudah diketahui melalui pengetahuan yang mereka miliki. Intinya, guru membayangkan dan mengetahui sesuatu yang tampak dari “kacamata” siswa.