Merdeka Belajar vs Guru yang Mengabdi

Maka guru dituntut untuk menjadi berkompeten, berkinerja dan terus belajar, sehingga menginspirasi siswa agar terus belajar. Guru harus memiliki pengaruh dan mempengaruhi siswa-siswanya. Sekolah perlu membangun iklim yang baik secara internal menciptakan ruang-ruang diskusi untuk latih berbicara, berdebat, menyampaikan pendapat, tanggap umpan balik, membaca dan menulis. Literasi sekolah adalah sebuah wadah yang dapat membantu seluruh komponen sekolah dalam pemberdayaan ini.

BACA JUGA:  Ini Kata KRISTIANUS SILIH Setelah Dirinya Dilantik Menjadi Kades

Salah besar ketika pendidik mengagungkan tingkatan pendidikannya tanpa menunjukan dedikasinya. Tingkatan pendidikan satu sisi dapat dilihat dari Ijazah yang dimiliki. Namun pertanyaan yang muncul ialah bagaimana seorang guru mengimplementasikan Ijazah itu dalam semangat pengabdiannya sebagai guru di lapangan. Artinya nilai dalam Ijazah itu diimplementasikan dalam pengabdian dan kerja nyata. Sebab, banyak orang yang memiliki Ijazah, tapi bukan asli atau palsu. Akibatnya tidak mampu mentransfer pengetahuan.

BACA JUGA:  MOI Sebagai Wadah Berhimpunya Perusahaan Media Online

Oleh karena itu, hemat saya, ada beberapa kriteria normatif yang bisa dijadikan sebuah pijakan bagi setiap guru. ketiga dimensi nilai dari profesi itu ialah: Pertama, dimensi personal. Menjadi guru berarti memberikan diri secara total. Ungakapan diri sebagai pahlawan tanpa tanda jasa itu mesti inheren dengan jati dirinya. Ekspresi jati diri ditunjukkan dengan mampu menerjemahkan nilai-nilai dalam Ijazah itu dalam kebersamaan dengan siswa. Ia juga mampu mengungkapkan bakat-bakat serta mengembangkan dirinya sendiri. Konsekuensinya, kalau guru bermain-main dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pendidik, maka sebetulnya ia sedang bermain-main dengan identitas dirinya (harga diri) sendiri.