Oleh: Jon Kadis, SH (Sekjen Komodo Lawyers Club di Labuan Bajo)
Kasus Golo Mori ini menarik perhatian sebagian besar publik, apalagi kawasan di pesisir Barat Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) ini ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) destinasi pariwisata super premium oleh Pemerintahan Presiden Jokowi. Pada mulanya kasus sengketa tanah, lalu berkembang ke pidana, karena salah satu pihak mendatangkan pihak dari Kabupaten tetangga, Manggarai, untuk bekerja di lahan sengketa. Lalu pihak yang satu melapor ke Polres Mabar, dan Polres menangkapnya, total 21 orang, kemudia menjadi Tersangka (TSK) atas perbuatan pidana menurut Undang-Undang Darurat no.12 tahun 1951 dengan ancaman hukuman 10 (sepuluh) tahun penjara. Penahanan ini menuai kontra dari Penasihat Hukum (PH) 21 TSK. Ramai diskursus di ruang publik. Bahkan sampai-sampai menyerukan agar Kapolda, Kapolri turun tangan. Dari info terkini, 21 TSK itu menjalani penangguhan penahanan atas permohonan Penjamin Bupati Mabar dan Bupati Manggarai. Terhadap ini publik juga pro kontra. Lebih terkini lagi, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kupang mengambil alih penanganannya dari Kejaksaan Negri (Kejari) Labuan Bajo, mungkin karena sudah 2(dua) kali berkas itu dikembalikan ke Polres sehingga belum juga juga dipandang lengkap (P21 istilahnya) untuk dituntut ke ruang sidang hakim.