Oleh: Jefrin Haryanto
(Konsultan dan Praktisi Psikologi, Inisiator Sekolah Bahagia)
Kelas Bergerak
Coba ingat-ingat kembali masa sekolah Anda, berapa kali Anda dimarahi dan ditegur guru karena terlalu ‘aktif’ di kelas? Atau pernahkah Anda dipuji guru karena bersikap diam dan tertib ketika di kelas?
Barangkali Anda pernah ada didua kondisi tersebut dan setelah beranjak dewasa sebagian dari Anda bertanya-tanya mengapa guru marah pada anak-anak yang terlalu ‘aktif’ di kelas, bukankah memang pendidikan itu ‘menggerakkan’? Menggerakkan hati, pikiran, dan otot-otot. Dan bukankah fase anak-anak memang sedang pada tahap aktif-aktifnya? Mengapa justru mereka dimarahi? Bahkan ironisnya, pendidikan kita cenderung menganggap anak-anak yang terlalu aktif sebagai sumber pembuat onar di kelas dan sekolah.
Lucunya, ketika beranjak dewasa, terutama semasa berkuliah, banyak dosen yang menyindir mahasiswanya dengan cap 4DP alias datang, duduk, diam, dengar, pulang. Padahal, bisa jadi perilaku hanya-diam-ketika-di-kelas tersebut adalah hasil dari didikan ‘harus’ diam dan tertib semasa sekolah dulu. Batasan-batasan irasional yang ditetapkan sekolah secara tidak langsung membuat siswa takut berpendapat dan diam justru menjadi zona nyaman mereka. Haha, sebuah paradoks!