Senyum Terakhir di Malam Natal

Perjumpaan sesaat memang akan membuat engkau penarasan. Apalagi dia adalah orang yang sungguh membuat hatimu tersengat. Saat dia pergi rasanya kamu bukan saja kehilangan dirinya tetapi separuh dirimu akan terasa berantakan. Persis demikian yang kualami malam itu. Aku sulit tidur. Walau kuupayakan berbagai cara, seperti bolak-balik bantal, doa rosario dan percik air berkat di sekitar kamar. Namun tetap sama. Mataku belalak seperti bulan yang mengintip di balik atap.

BACA JUGA:  Meridian Dewanta Sebut Lima Alasan Kajati NTT Yulianto Layak Dicopot Oleh Jaksa Agung

Malam itu di tempat tidurku, kata-kata muncul sembarangan di otakku. Beberapa yang masih kurekam, berbunyi begini: Ah Mario, mengapa kau tegah membiarkan perjumpaan ini terjadi? Mario, walau pun aku bukan orang pertama, kedua, dan ketiga dalam hatimu, bolehkah aku menjadi yang terakhir dalam hati dan hidupmu? Sejak malam ini, dan walau nanti kita akan sangat jarang berjumpa, aku yakin matamu masih akan tetap indah meski kamu tidak lagi memandangku, dan walau nanti waktu akan mengubah banyak hal tentangmu, tetapi aku tetap akan ingat tatapan matamu saat engkau melihatku malam ini. Aku berjanji untuk menunggu kenangan malam ini kembali lagi, meskipun kamu tidak datang dan mungkin pergi untuk selamanya, namun perasaanku tidak pernah berubah. Mario, Jika kau tak bisa mengingatku, maka ingat saja rembulan yang menemani kita malam ini. Itu kata terakhir yang terlintas diotakku sebelum aku terlelap dalam tidur.