Oleh: Gerad N.Bibang
menghirup nafas di bukit cinta
memandang hamparan samudera maha luas
tak seperberapanya aku di depan-MU
setetes debulah aku
engkau, kekasihku
di atas bukit ini
sang surya mengecup keningmu
sebuah proklamasi cinta yang benar-benar cinta
yakni berperang menundukkan kedirian, kesemuan
dan semua yang bersifat materi
menuju diri sejati
beralih dari jasad kaku menuju lembut
toh cinta tidak tersusun dari batu kapur
cinta sejati selalu menjelma cahaya
tak ada yang disembunyikan
bukankah jika orang yang berada dalam kekakuan
maka ia persis mayat saja layaknya
bukankah kekakuan itu lambang kematian?
di atas bukit cinta
apa yang disebut sejati sama sekali tidak abstrak
sejati itu tidak pernah menangis oleh kematian
ia hanya menderita oleh pengkhianatan dan ketidaksetiaan
satu pinta dari bukit cinta
bukan dalam kata hanya dalam senyap
semoga Mori Keraeng* mendaur ulang mataku dan matamu kembali
sebagaimana tatkala kita masih bayi
bening tidak tersilau hiasan2 dunia
menggapai cinta menuju keabadian
· Catatan:
· Foto oleh Bosco Nambut: Bukit Cinta, di suatu senja di Labuan Bajo, Flores Barat, NTT
· Mori Keraeng = Tuhan Allah