Opini : Petrus Selestinus, Koodinator TPDI & Advokat PERADI)
Sikka muncul lagi kasus korupsi baru dan lebih afdol, karena bersumber dari Temuan dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI dengan angka yang cukup fantastik, di tengah Sikka sedang menghadapi devisit anggaran, ancaman Covid-19 dan bencana alam yang tidak henti-hentinya.
Padahal korupsi di tengah bencana dunia dan rakyat susah akibat bencana yang berkepanjangan, dalam sistim hukum positif kita, ancaman pidananya adalah hukuman mati, sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (2) UU Tipikor.
Temuan Penyimpangan Pengelolaan Keuangan Negara dan Hasil Pemeriksaan BPK RI, tidak bisa disandingkan dengan bantahan Yohanes Leba, Kepala BPBD Sikka bahwa temuan penyimpangan dana BPBD Sikka sebesar Rp. 10 miliar, hanyalah masalah kekeliruan administrasi. Publik Sikka lebih percaya temuan dan LHP BPK RI, ketimbang klarifikasi Yohanes Laba.
Alasannya, karena LHP BPK RI, merupakan hasil akhir dari proses penilaian kebenaran, kepatuhan, kecermatan, kredibilitas dan keandalan data/informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan secara independen, obyektif dan profesional berdasarkan Standar Pemeriksaan yang dituangkan dalam LHP BPK sebagai Keputusan BPK.