Surat saya itu tidak ia balas. Kepada perantara dia bilang, “saya amat gembira dengan isi suratnya itu”. “Aii.. sobat, si nona e, senyum tak henti walau sudah baca itu surat. Dia mau ketemu cesua le mane (lusa sore, bahasa Manggarai)”, kata perantara. Oiii…. menunggu hari bertemu itu serasa setahun! Padahal selama sehari itu baku lihat dari jauh. Zaman itu bro, kalau belum final surat menyurat, tidak boleh nyerocos saling tegur di jalan. Karena bisa saja kena denda ela wase lima (kena denda adat berupa hewan).
Tiba saatnya saya pergi ke rumahnya, jalan kaki. Menenteng tas plastik warna merah berisi sabun Rinso bubuk itu. Separuh jalan saya pikir, “Olee…. begini barang ini e? Ada rasa geli dalam hati. Sambil senyum sendiri seperti orang gila. Saya berhenti di satu kios untuk beli rokok 3 (tiga) batang. Isap itu rokok berkali-kali, lupa kalau rokok itu belum dibakar korek api. Cukaminyak ! ( kata seru sedih bahasa Manggarai). Dalam perjalanan sudah mulai mabuk kepayang. Hujan lebat turun. Terpaksa saya duduk dulu di kios itu, sekitar 30 (tigapuluh) menit. Hujan reda, lalu jalan kaki lagi. Tetap nenteng Rinso sesuai nota bene dari someone to whom I love itu.