Karena itu, sejak tanggal 14/5/2014, penerapan ketentuan pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tipikor, harus dikecualikan bagi profesi Advokat yang sedang menjalankan tugas, karena berdasarkan “asas lex posterior derogat legi priori”, di mana hukum yang terbaru mengesampingkan hukum yang lama, maka profesi para Advokat tidak tunduk pada ketentuan pasal 21 UU Tipikor.
Posisi Advokat Itu Oposan
Di dalam KUHAP, UU KPK, UU Tipikor dan UU Advokat, seorang Advokat diposisikan sebagai “oposisi” dengan sejumlah hak istimewa, guna menghadapi kekuasaan KPK, Polri, Jaksa dan Hakim yang digdaya. Artinya pembentuk UU dan MK melihat realitas dan mengkonstatir potensi penyalahgunaan wewenang dalam proses peradilan oleh KPK, Jaksa, Polisi dan Hakim, karena itu Advokat harus diberikan hak istimewa dan imunutas.
Hak istimewa dan imunitas yang diberikan UU itulah Advokat itulah merupakan senjata bagi profesi Advokat dengan jaminan kebebasan, kemerdekaan dan independensi dalam menjalankan tugas profesinya, guna melindungi diri dan Kliennya yang sedang dibela dari sikap kesewenang-wenangan KPK, Polri, Jaksa dan Hakim, dengan itikad baik demi menegakan hukum dan keadilan bagi kliennya.