Wollstonecraft mencatat bahwa saat itu “penindasan pada perempuan bersifat budaya, sosial, dan politik. Secara budaya, penindasan itu dibangun dan dijalani dalam pelbagai praktik dan teks budaya. Secara sosial diafirmasi lewat institusi-institusi sosial, terutama pernikahan, dan ikatan sosial lainnya. Adapun politik ditegakkan lewat perundang-undangan yang mendiskreditkan perempuan.
Karya itu lalu disambut oleh Women and Economic karya Charlotte Perkins Gilman tahun 1898. Dia mengkritisi wacana publik yang meminggirkan perempuan, saat itu perempuan ditindas secara kultural dan ideologis utamanya di ruang-ruang yang bersifat sosio-ekonomis sebagai ibu pengurus rumah tangga. Hal ini mempertajam bahwa institusi keluarga sebagai unit ekonomi melanggengkan pembungkaman atas perempuan yang kemudian disebut sexuo-economic. Dibatasinya perempuan pada akses ekonomi untuk memenuhi kebutuhannya lantaran maskulinitas menempatkan perempuan laksana tubuh yang dibendakan.
Titik terang feminisme berikutnya dicapai melalui terbitnya karya Virginia Woolf yaitu A Room of One’s Own (1929) dan Three Guineass (1938). Dua karya ini membahas tentang peran perempuan yang sangat terbatas khususnya pada hal-hal yang bersifat kreatif, misalnya dalam produksi kesusastraan, isu-isu kesadaran dan identitas. Pada masa itu dalam deskripsi Woolf, “perempuan berada di luar semua struktur simbolik yang membangun identitas: di luar bangsa, di luar kelas, dan di luar sejarah.” Pengeluaran dari struktur simbolik ini berakibat pada dienyahkannya posisi perempuan dalam laku sosial, seolah perempuan adalah mahluk asing di masyarakat, dalam istilah Simon de Beauvoir “second sex”.