Dari benih-benih ini arus feminisme terus berkembaang dalam berbagai macam rupa. Rosemarie Putnam Thong (2010) dalam Feminist Thought mencatat setidaknya ada delapan arus utama feminisme, di antaranya: feminis liberal, radikal, marxis-sosialis, psikoanalisis, eksistensialis, postmodern, multikultural, dan ekofeminis. Penjelasan detail masing-masing arus ini, silahkan merujuk ke karya Thong.[3] Inti dari semua arus utama ini adalah membebaskan perempuan dari dapur dan ranjang. Artinya, dapur dan ranjang bukan identitas alamiah perempuan, melainkan identitas sosial yang bisa diubah, dan hanyalah dua dari sekian pilihan hidup.
Perempuan Indonesia
Sepertinya perempuan-perempuan Indonesia tidak seburuk apa yang dialami masyarakat Barat di mana feminisme bergolak. Dalam sejarah Indonesia, kita menemukan perempuan-perempuan hebat, bahkan sebelum feminisme itu sendiri masuk ke nusantara. Sebut saja, Ratu Kali Nyamat, Cut Nyak Dien, Cut Meutia, bahkan kerajaan Majapahi pernah dipimpin oleh perempuan yaitu Tribhuwana Wijayatunggadewi. Belum lama ini, Sultan Hamengkubuwana X menyatakan sabda raja bahwa perempuan boleh memimpin kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat.