Petrus Nandi
Mahasiwa STFK Ledalero, Tinggal di Biara Scalabrinian
Penyebaran makhluk renik bernama coronavirus atau Covid-19 saat ini tengah mengguncang kemapanan dunia. Mendengar namanya, kita akan dengan mudah mengasosiasikan dengan fenomena-fenomena lain yang diturunkannya (fenomena derivatif) seperti kematian, paranoia masa, penyebaran hoaks, pembatasan sosial berskala besar (PSBB), proyek pembangunan yang terbengkalai, keterpecahan sistem, dan lain sebagainya.
Ekses penyebaran Covid-19 memang tidak bisa dianggap sepele. Selain menyebabkan angka kematian yang cukup serius, wabah penyakit ini telah memukul perekonomian dunia. Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial PBB (UN-DESA) dilansir Antara (2/4/2020), menyampaikan bahwa ekonomi global dapat menyusut hingga 1 persen pada 2020 akibat Covid-19, dan dapat berkontraksi lebih jauh jika pembatasan kegiatan ekonomi diperpanjang tanpa respons fiskal yang memadai.
Konteks Indonesia, pandemi Covid-19 bisa menjadi penghambat laju pertumbuhan ekonomi nasional. Bayangkan, demi menangani penyebaran wabah ini, pemerintah harus membuat tambahan belanja di APBN 2020 sebesar 405,1 Triliun. Padahal, jika dana ini dialokasikan untuk sektor pembangunan infrastruktur (dalam asumsi pengandaian bahwa Covid-19 tidak menggerogoti Indonesia), pembangunan negara Indonesia bisa selangkah lebih maju dari yang dialaminya saat ini.