Senyum Terakhir di Malam Natal

Di suatu hari, pada saat senja akan berlalu, aku menepi sendiri. Angin sepoi-sepoi mencumbi tubuhku. Rambutku kubiarkan lepas ditiup angin. Dedaunan di depanku turut bergoyang seolah ingin mendendangi kesendirianku. Di senja itu, tak ada siapa-siapa selain lain selain aku yang sedang mengambang dan hatiku yang kosong. Kunikmati semuanya dengan hati yang syahdu. Sesekali kubisik pada angin mencoba tuk sampaikan rindu pada dia yang kukenal di malam natal. Namun semua semua sia-sia.

BACA JUGA:  Frans Aba: Orang Tak Mampu Harus Jadi Basis Utama Kebijakan Politik

Menulis adalah cara untuk melupakan rindu padanya. Telah kuhasilkan banyak puisi dengan banyak tema dan judul yang berbeda, namun semua terasa hambar. Walau begitu aku memilih untuk menulis. Dari sekian puisi yang kutulis, tentang rindu adalah puisi terbanyak. Pernah di satu senja saya menulis begini:

Di sini masih dengan rindu yang sama.
Merasuk seluruh isi kepala. Terus menyisa pada sepenggal senja.
Dan aku tak bisa memusnahkan misteri yang berkuasa.

BACA JUGA:  Fransisco Buka Posko Bantuan Hukum Terkait PTT yang Dipecat

Walau telah banyak kuhasilkan tulisan namun rinduku tetap menganga padanya. Bahkan rindu itu datang dan pergi tanpa permisi. Di mana dan kapan saja pasti dia selalu bersamaku. Apalagi saat natal tiba. Aku hanya rindu pada senyum dan semua tentangnya. Aku pernah meminta Tuhan untuk mengambil rasa rinduku namun sejak saat itu rinduku pun bertumbu semakin tinggi. Hanya dengan diam aku diamkan rindu padanya.