- Angga Dimas Pershada adalah pimpinan HASI, sebuah organisasi teroris terlarang yang berafiliasi kepada Jamaah Islamiyah (JI) sejak 2011 dan sekarang sudah ditangkap Densus 88;
- Fadli Zon dan Fahri Hamzah, telah menyerahkan dana 20.000 USD melalui dan/atau diterima oleh Angga Dimas Persadha selaku pimpinan HASI, pada 28/5/2015 di Gedung DPR RI;
- Nama Angga Dimas Pershada masuk dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT) No. P-a1/2040/XI/2015, Tanggal 30/11/2015.
- HASI adalah bagian dari jaringan teroris JI sebagai organisasi terlarang oleh PBB dan juga oleh Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tahun 2015;
- Fadli Zon tidak mendukung Densus 88 memberantas teroris bahkan menuntut Densus 88 dibubarkan;
- Fadli Zon dan Fahri Hamzah atas nama jabatannya selaku Wakil Ketua DPR RI memberikan bantuan dana kepada HASI.
- Angga Dimas Pershada, terduga teroris dari HASI telah ditangkap Densus 88 tanggal 9 Maret 2022 yang lalu.
Ke 7 (tujuh) fakta sosial di atas, perlu dikembangkan menjadi alat bukti hukum, melalui tindakan kepolisian berupa “penangkapan” terhadap Fadli Zon dan Fahri Hamzah demi kepentingan pembuktian atas dugaan Pendanaan Terorisme sebagai suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan penjara oleh UU No. 9 Tahun 2013, Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
IMPLIKASINYA TERHADAP PARTAI DAN DPR RI.
Baik Fadli Zon maupun Fahri Hamzah ketika penyerahan dana bantuan dan 20.000 USD kepada HASI, 28/5/2015, keduanya adalah Pimpinan DPR RI sedangkan di Partai Politik, Fadli Zon adalah Wakil Ketua Umum DPP. Partai Gerindra dan Fahri Hamzah adalah Sekjen DPP. PKS, karena itu perlu dilakukan penyelidikan dan penyidikan tentang kemungkinan Partai Gerindra dan PKS serta institusi DPR RI terlibat dalam pendanaan terorisme.
Pada saat ini terduga terorisme Angga Dimas Pershada, telah ditangkap oleh Densus 88 pada 9/3/ 2022 yang baru lalu, karena itu sangat beralasan hukum untuk menuntut Densus 88 agar terhadap Fadli Zon dan Fahri Hamzah dikenakan tindakan kepolisian berupa penangkapan guna dimintai pertanggungjawban pidana dengan instrumen UU No. 9 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.