“BPN tidak melanjutkan proses penerbitan SHM ke atas nama ahli waris saat itu, gara-gara menerima dan mengakomodir surat pembatalan tandatangan dan cap stempel Lurah Labuan Bajo, Syarifufin Malik, dan Camat Komodo, Imran, S.IP. di surat keterangan Kuasa Fungsionaris adat Haji Adam Djuje,” ungkapnya
Menurutnya, penerimaan surat Lurah dan Camat itu oleh BPN bisa dipandang sebagai kongkalingkong jahat bersama Tergugat, anak-anak Nikolaus Naput dan Kadiman.
“Padahal BPN seharusnya tahu bahwa surat alas hak dari Fungsionaris adat tidak dapat dibatalkan oleh Lurah dan Camat, apalagi dengan itu lalu disimpulkan Haji Djuje bukan Fungsionaris Adat yang sah”, beber Jon.
Jon menuturkan, yang menjadi pertanyaan adalah jikalau BPN setuju apa kata Lurah dan Camat, lalu kira-kira dugaannya siapa dan mana surat alas hak bagi anak-anak Nikolaus Naput dengan Kadiman sampai-sampai BPN terbitkan SHM ke atas nama Tergugat itu tanggal 31 Januari 2017 dan GU-nya?.
“Pertama, sebagaimana fakta persidangan tanggal 14 Agustus 2024 ini, bukti alas hak anak-anak Niko Naput dan Santosa Kadiman, salah satunya adalah surat alas hak tanah 16 hektar atas nama Nasar Bin Haji Supu (dan beberapanya lagi), dan alas hak inilah yang mereka gunakan untuk klaim hak atas tanah di lahan 11 ha ahliwaris Ibrahim Hanta, sebagiannya sudah disertifikatkan dan sebagian lainnya sudah GU (Gambar Ukur). Itu jelas sekali, karena klaim itu yang mereka cantumkan dalam surat respond mereka atas surat gugatan Penggugat,” ujar Jon Kadis
Kedua, kata Jon yaitu BPN seharusnya tahu, perolehan tanah Nasar ini sudah dibatalkan oleh Fungsionaris adat, Ishaka dan Haku Mustafa pada 27 Januari 1998, surat mana turut ditandatangi dan cap stempel Lurah Labuan Bajo, Yoseph Latip, dan Camat Komodo, Drs. Ndahur.
“BPN tahu surat ini seharusnya tidak berpengaruh, tapi ia dengan sengaja mengabaikannya. Lalu siapa oknum selain Hj Djuje yang tampil mengklaim diri berhak sebagai Fungsionaris adat sehingga klaim hak atas tanah Niko Naput dan Kadiman masih tetap berangsung? Fakta persidangan ini menunjukkam buktinya, yaituu Haji Ramang dan Muhamad Sair, dimana Tergugat menyerah surat keterangan Haji Ramang dan Muhamad syair yang antara lain menerangkan bahwa merekalah Fungsionaris adat sekaligus penata tanah yang berhak membagi tanah adat Nggorang sampai hari ini. Dan BPN mengakuinya, karena waktu mediasi di Kantor BPN pada Februari 2020, bahwa Ramang turut sebagai penentu dalam sidang proses penerbitan SHM tersebut beserta Gambar Ukurnya ke atas nama ahli waris Niko Naput”, tambah Jon Kadis.
Sebagaimana berita media ini sebelumnya, bahwa ada dokument surat bukti yang diperlihatkan oleh Penggugat dalam fakta persidangan sebelumnya, tertanggal 27 Januari 1998, semua alas hak tanah Niko Naput, istrinya Beatrix Seran sudah dibatalkan (10 ha, 5 ha) dan ada dokumen asli pembatalan alas hak Nasar Bin Haji Supu (16 ha). Total jumlahnya 31 ha.