Alfred Tuname
Warga Manggarai Timur, Tinggal di Borong
Let’s begin with politics. Sebab, Segala hal pasti bersentuhan dengan politik. Dalam politik, tak ada urusan yang tertinggal. Sekecil apapun itu. Apalagi itu menyikut kepentingan banyak orang dan orang yang berkepentingan.
Arsiran politik lokal Manggarai Timur (Matim) pun tak luput dari mata orang-orang yang berkepentingan. Tidak hanya bagi orang yang ber-KTP Matim, orang yang menyebut dirinya diaspora pun ikut nimbrung.
Mungkin karena dalam politik ada kekuasaan yang menjadi subyek hasrat; ada juga sumber daya ekonomi yang menjadi obyek hasrat. Tampaknya, libidinal politik ini lebih dilihat terang dari posisi berjarak. Sebut saja itu dari mata orang-orang diaspora (eyes of the diasporas).
Oleh karena itu, apapun dilihat (gaze of the diasporas) selalu diukur dari tempat ia berpijak. Ukurannya adalah persepsi indrawi dan imaji yang ia idap dari tempurung ruang hidupnya. Apa yang ia lihat, diukurkan pada orang atau tempat asal. Kalau ia hidupnya di gurun, maka fatamorganannya adalah pohon dan air. Kalau ia hidupnya di kutup, maka mimpinya adalah matahari. Kalau ia hidupnya di New York, maka rindunya adalah egalite tanpa rasisme. Kalau ia hidupnya di Jakarta, maka keinginannya adalah kekayaan dan tanpa polusi.