Kita para imam, terkadang tidak sadar bahwa kita sedang menyembunyikan dosa di balik jubah. Kita pada umumnya berlomba-lomba untuk melayani dan berbuat banyak bagi umat yang di luar. Tetapi kita lupa dengan saudara yang hidup bersama. Kita selalu mempunyai waktu kapan saja untuk kenalan dan teman-teman di luar tembok biara, tetapi untuk rekan kerja, kita selalu tidak mempunyai waktu walaupun hanya sekadar mengucapkan selamat pagi atau selamat siang atau selamat malam. Bahkan kita tidak mempunyai waktu untuk mengetuk pintu kamar saudara kita dan memberitahukan tentang aktivitas yang akan akan dilakukan bersama. Sebaliknya, kita lebih memilih untuk menyampaikannya melalui SMS, WA atau IG karena terkesan hemat waktu dan tenaga.
Mungkin saja “si dia” memahami betul tentang ocehan ini. Ia mungkin salah satu orang yang mendengarnya selain aku yang disapanya “sang pencuri hati”. Karenanya, aku harus dan mesti mencari penjelasan yang logis. Aku harus menemukannya sebelum “si dia” akhirnya mengubah statusku dari “sang pencuri hati” menjadi “pecundang”.