Apakah kau bisa memberiku jawaban kira-kira kapan ia akan menebus rindu yang telah lama kupendam ini? Dalam bait doa dan dalam baris Firman Tuhan, aku selalu menyebut namamya ketika malam sebelum mata terlelap. Aku tidak tahu, apakah Tuhan yang mendengar doaku menjalankan tugasnya untuk mewartakan rinduku padanya.
Aku takut Tuhan seperti para politisi yang duduk di kursi empuk sambil menikamti kopi dan pisang yang dibaluti tepung lalu digoreng hingga lupa dengan janjinya kepada rakyat yang telah memilihnya. Tidak peduli dengan aspirasi rakyat yang merindukan kehidupan yang lebih sejatera dengan keadilan yang cukup.
Ah… itu tidak mungkin, pikiran macam apa ini? Kenapa bisa kusamakan Tuhan dengan politisi, tikus berdasi yang banyak pencitraan itu? Maafkan aku Tuhan, ini becanda, aku yakin rindukku telah kau wartakan padanya. Hanya saja ia memang sudah tidak ingin kembali. Aku bukan rumahnya. Sudah, sudah, stop bicara soal rindu. Hujan hampir reda, tak usah kau rindukan lagi. Lagi pula, kau masih bisa bertemunya dengannya desember tahun inikan?