Seniman Sabda

20230614 184525 1 jpg

Oleh Gerard N. Bibang

Narasi 40 thn imamat Frans Ndoi SVD

Ketika diwartakan 40 tahun imamatnya, saya seperti mendengar kembali sebuah melodi di era tahun 80-an di Ledalero, yang waktu itu nyaring di telinga tapi kini menjadi sayup-sayup, bahkan hampir tidak terdengar lagi, karena dalam kurun waktu empat dasawarsa sesudahnya, saya sendiri sudah mulai pelan-pelan melupakannya.

BACA JUGA:  LANGKAHKU LAGUKU

Melodi itu ialah menjadi bahagia dengan menjadi seniman Sang Sabda, yang memuncak pada keindahan sebagai satunya kebenaran dan kebaikan. Bahwa apa yang disebut INDAH itu tak lain adalah setia kepada Sang Sabda, maka berbahagia ialah sepintar-pintarnya seorang pekerja Sabda mengelola kesetiaan dalam satunya kata dan lagak-laku. Itulah seni kebahagiaan!

Saya sendiri sudah lama melupakan melodi ini. Sejak 40 tahun meninggalkan Ledalero, saya terjebak dalam kurungan peradaban di mana orang mengimani kehebatan, bertengkar memperebutkan kekuasaan dan uang, mempertahankan harta benda, bersimpuh pada kemenangan serta memompa-mompa diri untuk mencapai suatu keadaan yang disangka sebagai keunggulan. Yah, sebuah peradaban yang menjalankan salah sangka terhadap apa itu menjadi bahagia.