Selain dugaan keterlibatan pihak BPN, notaris Billy Ginta juga disebut-sebut dalam pembuatan akta jual beli terkait tanah tersebut tanpa memastikan keabsahan status kepemilikannya. Akta ini diduga dibuat dengan dokumen yang sudah tidak sah, yang menurut Jon Kadis semakin menunjukkan adanya upaya terstruktur dalam skema mafia tanah di Labuan Bajo.
“Dokumen yang digunakan untuk akta jual beli diduga sudah batal, tetapi tetap digunakan,” jelas Jon.
Desakan Kejaksaan Agung
Pada 23 Agustus 2024, Kejaksaan Agung Republik Indonesia melalui surat resmi Nomor R-860/D.4/Dek.4/08/2024 kepada Muhammad Rudini, ahli waris almarhum Ibrahim Hanta, menemukan adanya indikasi cacat yuridis dan/atau administrasi dalam penerbitan SHM oleh BPN Manggarai Barat. Surat ini mendorong keluarga Hanta untuk menempuh berbagai jalur hukum, baik melalui gugatan pidana, perdata, maupun Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), guna melindungi hak kepemilikan mereka.
Muhammad Rudini, ahli waris almarhum Ibrahim Hanta, menilai bahwa dukungan dari Kejaksaan Agung ini menjadi bukti bahwa praktik mafia tanah di Labuan Bajo bukan sekadar isu semata, tetapi memang ada fakta yang terungkap. “Kami berharap ini menjadi awal dari pemberantasan mafia tanah di NTT,” kata Rudini.