Teman saya yang pergi tadi, tiba-tiba memanggil saya. “Teman, mari sudah! Kita pergi ngopi! Kamu jadi ke caffe kan?”, panggil teman saya yang tidak sabar menunggu.
“Iya… iya…”, kata saya sambil menoleh ke arahnya.
“Duluan e, enu!”, ucap saya pada gagis itu.
“Iya, hati-hati!”, jawabnya dari belakang. Saya menoleh dan menganggukkan kepala.
“Thanks God, ternyata saya bisa ketemu lagi sama dia walau hanya sebentar saja dan tanpa ada rencana”, batin saya.
Dan setelah kami sampe di kafe, saya melihat Fitri berjalan sambil membawa barang yang banyak, entah mau ke mana dirinya pergi.
Keesokan harinya, saya ada janji bertemu dengan teman saya. Kita bertemu di kafe yang sama. Dan sore itu, saya duduk di salah satu kursi yang ada. Kami setiap sore sering datang dan duduk di kafe tersebut. Karena tempat itu menurut kami adalah tempat yang paling indah, tempat kami bisa melihat matahari terbenam dan senja pun berubah menjadi malam.
Hari itu saya menunggu teman saya cukup lama dan sepertinya hari itu, cuaca sedang tidak bersahabat. Langit memperlihatkan awan gelapnya yang menandakan akan turunnya hujan.