Defeated Warriors

Alfred Tuname

Pada tanggal 20 Oktober 2016, Donald Trump dan Hillary Clinton bertemu saat makan malam bersama di New York City. Ceritanya, mereka saling berkomentar. Kata Trump, “you know you are one tough and talented woman”. Lalu ia menambahkan, “this has been a good experience. This whole campaign, as tough as it has been”.

Hillary tak mau ketinggalan kereta. Ia membalas komen. “Donald, whatever happens, we need to work together afterward”. Begitu kata dia.

BACA JUGA:  Tuntutan Paslon 02 untuk PSU di Seluruh Indonesia, Bagai Mimpi di Siang Bolong

Penulis Doug Wead mengisahkan kisah itu secara baik dalam bukunya berjudul “Game of Thorns: The Inside Story of Hillary Clinton’s Failed Campaign and Donald Trump’s Winning Strategy” (Biteback Publishing, 2017).

Setelah General Election 2016, Donald Trump terpilih menjadi presiden Amerika. Sebagai seorang yang rasional, Hillary Clinton mengakui hasil pemilihan. Ia tak bikin onar. Ia tahu, sebagian besar pemilih Amerika menghendaki Trump menjadi presiden.

BACA JUGA:  Forum Pemuda NTT Jakarta Buka Bersama Ratusan Brimob

Yang bikin “onar” justru Mr. President itu sendiri. Di dalam negeri, begitu banyak kebijakan kontroversi yang terjadi. Mulai dari kebijakan membangun “huge wall” (batas antara Amerika dan Amerika Latin) sampai “perang dingin” melawan Rusia (yang saat kampanye disinyalir Trump dibela oleh para hacker Rusia).