HUJAN dan RINDU

IMG 20191128 WA0007 jpg webp

“Salam damai natal juga kuntilanak…” balasku saat itu sambil tersenyum manis nan manja di hadapannya. Tanganku masih di genggamannya, saat itu aku cukup terlena sampai hampir lupa membuatkannya kopi.

Aku semakin salah tingkah, ketika ia melapas tangannya dan mendorong jidatku. “sana buatkan kopi, ini aku ada bawa kue kesukaanmu”. Segera aku bergegas ke dapur dengan semangat 45, sementara ia bersalaman dengan ibu, papa dan keluargaku.

BACA JUGA:  Perpisahan Sementara

Iya, seasyik itu ceritaku dengannya pada Desember lalu. Belum lagi saat ia membawaku pada tempat ramai, pusat kembang api dipentaskan ke awan. Di tengah keramaian dan sukacita umat nasrani, di antara cahaya lampu natal di pinggir jalan aku dengannya berjalan beriringan. Ia mengandeng tanganku. Ia mengenggam tanganku erat-erat seolah-olah ia tak ingin kehilanganku, tak ingin aku pergi dari sisinya. Seolah-olah ia ingin menjadi pelindung untukku.

BACA JUGA:  Ibundamu

Matanya memandang ke langit menyaksikan kembang api yang dipentaskan para remaja nasrani sebagai salah satu wujud bagaimana mereka menyambut Tuhan, sang juru selamat. Begitulah, natal tahun lalu adalah saksi bisu kisah asmaraku dengannya. Kisah yang begitu romantis dan berkesan. Ingin rasanya mengulang kembali pada Desember tahun ini, tapi itu mustahil. Ia telah pergi jauh, entah kemana, aku tidak tahu. Ia tidak memberitahuku sebelum dia pergi, jadi aku tidak berhak untuk mencari apalagi memanggilnya pulang.