Opini

Panen Sang Guru Penggerak

Img 20230716 wa0175 1

Panen itu sebuah frasa dari budaya agraris. Panen bisa terjadi setelah ada proses menanam dan memelihara. Panen akan melimpah apabila proses tanam dan pemeliharaan tanaman berlangsung baik. Petaninya ulet dan telaten.

Dalam budaya Manggarai, perayaan panen diwujudkan sebuah ritus ungkapan syukur kepada Sang Pencipta. Ritus itu sebut dengan Penti. Ritus Penti ini juga bermakna syukur atas semua usaha dan perjuangan hidup. Semuanya tidaklah sia-sia. Karena itu ada ungkapan, “kapu lami sangged gejur, cama nuhu wua pau, ai itas lami hang ciwal…” (Adi M. Nggoro, 2006).

Proses pendidikan juga persis pola pertanian dalam budaya agraris. Polanya mulai dari proses semaian hingga panen. Dalam tradisi Katolik, seorang imam (klerus) harus ditempa di tempat semaian benih yang khusus (Sekolah Seminari) agar memanen pemimpin umat yang berkualitas dan religius. Tempat penyemaian benih itu disebut Seminarium (Latin, semen: benih).

Semacam ada refleksi dari budaya agraris tersebut, tema Lokakarya ke-7 Program Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 7 Kabupaten Manggarai (11-12 Juli 2023) adalah “Panen Hasil Belajar”. Panen, karena para guru sudah “tergerak, bergerak dan menggerakan” dalam proses belajar. Mereka adalah Guru Penggerak Manggarai Timur.

Sebagai guru, mereka bukan “tuan kebun” yang menggadaikan proses pendidikan mandor-mandor pendidikan, lalu menunggu “bagi-hasil” di musim panen. Guru tidak membiarkan murid jadi candu perkakas android, maniak game, keranjingan pesiar, madat jajan dan sebatang-kara di kelas.

Guru Penggerak itu seorang yang bangga jadi “petani” pendidikan. Dalam dirinya ada semacam gairah untuk tersebur rumus kimia McClelland yaitu N-Ach (Need for Achievment). Itulah kimia yang memacu individu untuk terus berprestasi, berkreasi dan berbakat dalam berbagai keterampilan. Guru dengan N-Ach akan senantiasa tergerak untuk mengolah kebun pembelajaran dengan daya kreatif, inovatif dan visioner.

BACA JUGA:  Fenomena Politisi Bapak Perjamuan dalam Dramatisasi Politik

Guru dengan N-Ach jangalah seperti kadar NaCl (:garam) yang melekat pada besi. Guru yang tergerak tidak boleh terkorosi dalam tugas dan pengabdian sebagai pendidik. Guru yang tergerak tak boleh layu sebelum berkembang; semangat diawal, melempem kemudian. Guru perlu bergerak biar memberi cita-rasa baru pada pola pendidikan yang monoton. Bergerak itu tentu bersama-sama rekan sejawat dan murid. Dalam proses pendidikan, menjadi superteam akan lebih berdampak baik tinimbang superman. Superteam akan membuat kemajuan bersama; superman hanya akan menciptkan beban pribadi.

Tentu guru lebih paham perihal pengalaman superteam versus superman. Tak pas rasanya untuk menjelaskan itu kepada mereka. Hanya saja deskripsinya perlu direpetisi biar pengamalannya semakin intensif dan imperatif. Setidaknya, para guru tahu bahwa masyarakat senang melihat para guru saling bekerja sama dalam mendidik murid. Dengan begitu tak ada cerita ekstra-sekolah bahwa ada guru yang suka mencekik nasib sejawat dan menjadi serigala bagi yang lainnya. Pesannya, dalam ungkapan Manggarai, “neka neho enggo Leong ndamu Arus” (Dorteus Hemo, 1990). Maksudnya, kerja sama-lah dan rukun-lah dengan sejawat.

Sejawat guru adalah guru. Ada guru yang berlimpah pengetahuan, berlebih keterampilan, bergelimang inovasi; ada juga guru yang “sana-sini” serba mandek. Bukan soal motivasi, tetapi (mungkin saja) ada persoalan lain (:urusan domenstik, misalnya) yang membuat akses sang guru kian buntu. Oleh karena itu, para guru harus saling menggerakan: men-support, saling belajar dan saling membuka diri. Istilah yang sering didengar, “berbagi praktik baik”. Tujuannya, selain untuk ditiru, juga baik untuk improvisasi sesuai konteks dan keadaan lingkungan sekolah (Sitz im Leben).

BACA JUGA:  Menkominfo Johnny G. Plate Mau Kejar Pajak Netflix

Pada Lokakarya ke-7 Program Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 7 itu, ada unjuk “berbagi praktik baik” guru kepada sejawat guru lain. Tersirat, “berbagi praktik baik” itu semacam ajakan untuk “belajar mendidik”. Materinya kreatif, inovatif, menarik dan kontekstual. Isinya, mengajak peserta didik untuk paham dan belajar lebih baik. Di situ ada joyfull and inovative learning.

Selain unjuk “berbagi praktik baik”, pada Lokakarya ke-7 itu ada juga demo (:ekspo mini) kreasi guru. Dalam konteks ekspo, semua karya yang pajang di etalese tentu inovatif dan menarik. Ada pemanfaatan (re-use) sampah botol plastik jadi meja dan kursi lembut; ada handycratf; ada tanaman bunga; ada karya buku juga. Tentang buku, itu karya praktik brilian literasi guru dan murid.

Tentu saja, “panen” terbaik adalah kualitas dan kompetensi murid yang mumpuni. Literasi, numerasi dan karakter murid semakin lebih baik. Kalau penen guru penggerak adalah output, maka panen generasi yang cerdas, pintar dan arif adalah outcome pendidikan Manggarai Timur. Kualitas guru harusnya linear dengan hasil kualitas murid. Kurikulum hanyalah medium, bukan obat. Kalau kualitas gurunya hebat tetapi hanya memanen murid kerdil, itu namanya guru megalomaniak (:narsistik); kalau kualitas gurunya standar tetapi memanen murid hebat, itu namanya bonus.

BACA JUGA:  MUSCAB PMI KABUPATEN MANGGARAI TIMUR KEMBALI DI GELAR

Masyarakat selalu yakin tak pernah ada guru megalomaniak. Guru (Penggerak) selalu punya hati untuk mendidik murid. Guru dan murid adalah sama-sama subyek pendidikan. Guru selalu punya mata untuk melihat berbagai bakat dan kemampuan siswa (pembelajaran berdiferensiasi). Guru selalu punya stok air mata apabila ia merasa masih ada anak didiknya “kalah” dalam proses pendidikan.

Begitu pula anak didik, mereka punya jiwa yang besar untuk selalu membanggakan gurunya. Bila kesan pendidikan sang guru menyentuh dan membangkitkan mental dan bakatnya, nama sang guru akan diingat dan disebut dalam doa. Dalam hatinya, setiap anak didik pasti terisak kala mendengung lagu “Jasamu Guru” karya M. Isfanhari, “…kita jadi pintar dibimbing pak guru/kita jadi pandai dibimbing bu guru/gurulah pelita penerang dalam gulita/jasamu tiada tara”.

Jasa ibu dan bapak guru memang tiada tara; tak terbalaskan. Semoga setiap jasa Guru Penggerak itu memanen generasi Manggarai Timur yang brilian. Jika tahun 2030 terjadi Bonus Demografi, maka biarlah para Guru Penggerak merayakan “Penti” Raya Pendidikan Matim saat itu. Guru telah menabur benih pendidikan berkualitas saat ini, bersiaplah untuk memanen manusia Matim yang kreatif, inovatif, produktif dan unggul. Tersenyumlah, guru!

Alfred Tuname
Esais, menetap di Borong