“Aku melihat dengan mataku sendiri. Dia sudah mengandung anak dari mantannya.”
Sepotong kalimat ini pernah dimuat pada story WhatsAppnya. Waktu itu tepat dua tahun mereka menjalin kasih jarak jauh (LDR). Suatu perjuangan yang berat. Dan Anji tahu itu. Berkorban adalah pilihan yang menjadi keputusannya. Berkorban dalam bentuk apa saja, terutama mengenai pertemuan yang terus menghantui pikiran Anji. Berbagai imajinasi liar tentang pertemuan terus menggelora membakar pikiran Anji. Dan itu semua hanya fiksi.
Anji pernah menulis demikian, “Jika memang aku ditakdirkan untuk bersamanya, maka tidaklah sia-sia kami terkungkung dalam rindu. Dan itu semua akan aku ceritakan kepada anak dan cucuku nanti”. Memang LDR hanya sebatas khayalan semata, tapi tidak berarti mereka yang LDR demikian. Dan bagi mereka yang mencapai pelaminan akan bersorak riang, tapi, tidaklah Anji. Seorang pemuda dengan gelar sarjana filsafat, predikat cum laude, ternyata tidak demikian dalam menjalin asmara. Memang benar, filsafat membantu kita untuk berpikir kritis mengenai situasi sekitar kita dan apa pun itu, mungkin juga tentang asmara. Tapi Anji sudah menstempelkan dirinya sebagai seorang pemuda yang gagal dalam dunia asmara.