Menurut dia, motif yang melandasi masuknya seseorang ke bidang politik atau layanan publik yang menjadi pembeda dalam menyikapi kegagalan.
“Kalau motif berpolitiknya pragmatis dan oportunis maka kepentingan pribadi yang dikejar, bukan kepentingan bersama yang dilandasi motif ideologis dan etis,” urai Heri.
Pragmatisme yang mengarah pada oportunisme politik ini, menurut Heri, membuat sejumlah politisi menghalalkan segara cara untuk meraih kursi Dewan. Nilai relasi sosial direduksi menjadi angka dan bersifat materialistik.
Ketika angka yang ditarget tidak tercapai dan tujuan pribadi pupus, relasi sosial dan kepentingan ideologis dari prinsip keterwakilan pun lenyap. Relasi yang bersifat materilistik akhirnya berujung pada pertimbangan untung-rugi terkait dukungan publik.
“Tujuan saya berpolitik adalah untuk mencapai kebaikan bersama, bonum commune. Maka jika belum terpilih sebagai anggota Dewan, tujuan tersebut tidak hilang karena bisa dicapai dengan cara-cara lain atau pada kesempatan lain,” urai Heri.