Atas dasar itu, pihak penggugat menduga kuat bahwa kedua SHM yang terbit pada 31 Januari 2017 oleh BPN Manggarai Barat adalah hasil praktik mafia tanah, karena letak lokasi dua SHM tersebut tidak sesuai dengan bukti penyerahan tanah/Warkah/alas hak tanggal 2 Mei 1990 yang batas-batasnya jelas dan menjadi dasar penerbitan kedua SHM tersebut.
Ketiga, selama persidangan yang digelar di PN Labuan Bajo Sejak Januari 2024 hingga saat ini BPN Manggarai Barat belum mampu bukti Warkah asli sebagai dasar penerbitan SHM atas nama ahli waris Niko Naput. Ketidakmampuan ini semakin memperkuat dugaan adanya permainan curang dalam penerbitan sertifikat tersebut.
Keempat, Kepala BPN Manggarai Barat Gatot Suyanto Diduga Sengaja Ubah SHM Jadi SHGB di Tanah Bersengketa.
Status tanah yang masih bersengketa tersebut sebelumnya terdaftar sebagai Sertifikat Hak Milik (SHM) nomor 02549 atas nama Maria Fatmawati Naput yang diterbitkan pada 31 Januari 2017 sudah berubah menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) nomor 00176 tertanggal 20 Desember 2023 padahal sebelum ada perubahan status SHM menjadi SHGB obyek sengketa tersebut, pihak penggugat telah mengajukan permohonan pemblokiran ke BPN Manggarai Barat pada 29 September 2022.