* *
Sabtu sore, aku datang menemuinya lagi. Aku menyerahkan sekuntum mawar putih. Setelah diterimanya mawar itu, dia mengajakku pergi. Akhirnya… Aku membuka segel sikap tertutupnya.
“Lon.. kita mau ke mana?”
“Tugasmu mengendarai sepeda motormu. Hati-hati jangan sampai kita celaka.”
“Kamu mau menculik aku ya?”
“Hahhahahahaha… Kamu bawel Riel. Udah jalan aja.”
“Siap Lonia cantik…!”
Aku mengendarai sepeda motorku mengikuti petunjuk jalan termanisku. Lonia duduk dengan tenang di belakangku, sambil terus menjadi guide spesialku. Ah, ingin rasanya kuraih tanganya agar dia memelukku. Dia benar-benar gadis berbeda. Aku tersenyum malu-malu, sambil menepis pikiran kotorku. Akhirnya dia mengisayaratkanku berhenti. Tepat di depan sebuah gerbang. Entah gerbang apa, karena mataku tidak bisa melihat apa-apa. Sepertinya kami telah tiba di tujuan kami. Sebenaraya tujuan Lonia, aku cuma mengikuti. Dia turun dari sepeda motorku. Aku memarkir sepeda motorku. Lonia segera membuka pintu gerbang itu dan masuk. Aku mengikutinya tanpa bertanya. “Wow….” aku mengekspresikan rasa kagumku. Di hadapan kami, lautan bunga mawar putih. Ternyata kami datang ke sebuah kebun bunga. Kebun mawar putih. Aroma mawar-mawar itu seperti menyatu dengan aroma tubuh Lonia. Mawar-mawar yang merekah itu, indah… Senada dengan senyumana Lonia. Dia terus berjalan tanpa kata. Aku hanya terus mengikutinya. Ketika kami telah sampai di tengah kebun, kami duduk di sebuah bangku berwarna biru langit. Tiba-tiba dia berkata “Riel, kamu tahu mengapa aku suka biru dan mawar putih? “. Aku cuma menatapnya tanpa suara. Dia melanjutkan “karena biru itu langit, dan putih itu awan. Saat aku menatap langit, awan putih itu berubah menjadi mawar indah merekah.” Aku menggeser posisi dudukku, mendekatinya. “Pulanglah Riel, terima kasih telah mengantarku…” . Dia bangit lalu mulai berjalan meninggalkanku. “Lonia….! Ada apa?.. kamu mengusirku?”