Namaku Moni. Umurku sudah 17 tahun. Aku seorang gadis desa yang mengimpikan hidup bahagia. Mimpiku banyak, tapi aku ingin mengupasnya satu per satu dan mewujudkannya juga satu per satu. Mimpi pertama yang ingin kugapai dan kuwujudkan adalah memerangi kebohongan, seperti yang ramai terjadi di dunia maya. Aku tak mau ditipu dan menipu. Sebagai gadis desa, aku ingin menjadi tuan atas media elektronik dan tak mau menjadi budak dunia maya.
Kali ini desaku masih dilanda hujan. Sudah sekian lama sinar mentari suram. Ia seakan tak lagi menyingsing di antara barisan gunung dan bukit yang dapat kulihat melalui jendela kamar, lantaran kabut tebal enggan berpindah. Inilah keunikan desaku. Akhir bulan Maret dan awal bulan April ditandai dengan warna langit yang suram. Ditambah lagi sejak subuh, listrik padam. Gumpalan awan di langit kian lama kian menghitam dan tak bosan mengirim butiran-butiran bening yang akrab dipanggil gerimis. Tak ada romantisnya. Semua terasa gelap meski masih siang bolong! Beruntung hari ini kami sekolah siang, jadi tak perlu buru-buru cuci muka. Aku tak mau beranjak dari tempat tidur, apa lagi membasuh muka. Meski mamaku selalu mengatakan ‘‘Moni bersahabatlah dengan cuaca ini. Dingin, sejuk dan panas merupakan bagian dari alam kita, termasuk air di kamar mandi itu jangan dibenci nak…’’