Ini Alasan Warga Reo Pagari Lokasi Proyek Sarana Pengendali Banjir

20231008 155220 2

Ruteng, SOROTNTT.com – Lokasi proyek sarana pengendali banjir dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang dipagari warga Reo baru-baru ini mendapat sorotan warga.

Proyek senilai sekitar Rp 26 miliar tersebut sedang berjalan proses pengerjaan, tetapi ada pemandangan berbeda yang terjadi di jalan masuk proyek serta di lokasi proyek tersebut, terlihat ada pemagaran.

Berdasarkan hasil penelusuran media ini, pemagaran tersebut dilakukan oleh ahli waris pemilik lahan dan diketahui mereka sudah menguasai lahan tersebut sejak puluhan tahun lalu.

Juru bicara kedua ahli waris pemilik lahan tersebut yang diketahui bernama Muhamad Agus Sanusi kepada media ini 4 Oktober 2023 menyampaikan, pemilik lahan yang dipagari tersebut adalah almarhum Haji Muhammad Arsyad Daeng Patompo, yang dibeli dari Abdul Radjak pada tahun 1977.

BACA JUGA:  Gubernur VBL Lakukan Kunjungan ke Kajong Manggarai

Selanjutnya Haji Muhammad Arsyad membagi tanah itu kepada kakaknya yang bernama Haji Mashor Daeng Lolo. Jadi kepemilikan tanah kebun tersebut adalah almarhum Haji Muhamad Arsyad Daeng Patompo dan almarhum Haji Mashor Daeng Lolo.

Haji Muhammad Arsyad Daeng Patompo memiliki adalah anak kandung bernama Muhammad Indra, sedangkan ahli waris Haji Mashor Daeng Lolo memiliki anak kandung bernama Achmad Mashor, selanjutnya Achmad Mashor serahkan urusan ini kepada anak kandungnya bernama Riguan Achmad.

Muhammad Indra dan Riguan Achmad selanjutnya menyerahkan juru bicara (jubir) keluarga kepada Muhamad Agus Sanusi dan surat kuasa ditandatangi pada 8 September 2023. Berdasarkan surat kuasa tersebut, jubir Agus Sanusi  menyurati Bupati Manggarai pada tanggal 13 september 2023 terkait persoalan yang mereka hadapi.

BACA JUGA:  Mantovanny Tapung: Ekosistem Sekolah yang Kolaboratif Menjadi ‘Optio Fundamentalis’ Implementasi MBKM dan PSP

Selanjutnya, pada Kamis, 21 September 2023 persoalan ini diurus di kantor Camat Reok yang dipimpin oleh Camat Reok Theobaldus Junaidin, SH. Ketika itu tidak ada penyelesaian, para ahli waris tetap mempertahankan tanah yang sisa dari tembok pengamanan banjir Wae Pesi itu milik mereka, guna untuk dibangun rumah di kemudian hari.

Selanjutnya dilakukan mediasi lagi pada Rabu, 27 september 2023 tetapi juga tidak ada penyelesaian, keluarga tetap pada prinsip yang sama.

Agus Sanusi menyampaikan, “Baru kali ini kami dengar pejabat negara, yaitu Camat Reok mengatakan tanah kebun yang berbatasan timur kali Wae Pesi karena belum disertifikat maka tanah itu disebut “tanah negara”. Berarti hak kepemilikan tanah para ahli waris ini hilang, sementara sudah dikelola kurang lebih 46 tahun dan menguasai tanah ini dengan kegiatan menanam kelapa, pisang, ubi, bahkan kacang tanah.”

BACA JUGA:  Wabup Manggarai Harapkan Inspektorat Secepatnya Tuntaskan Tahapan Proses Pemeriksaan

Agus Sanusi menegaskan yang diingin oleh para pemilik lahan adalah “ganti rugi” dengan nominal per lahan sebesar Rp 150 juta, sehingga total ganti rugi kedua lahan tersebut menjadi Rp 300 juta.

“Setelah ganti rugi itu dipenuhi pihak PT. Prajendra Pratama Jaya, maka kami selaku pemilik lahan akan membongkar pagar yang telah kami buat tersebut. Kami tidak menolak proyek tersebut, tetapi kami meminta hak kami selaku warga negara Indonesia yang telah menguasai lahan tersebut selama puluhan tahun!” tegas Sanusi.