Kerajaan Bisnis Salim, Antara Kisah Pilu dan Berjaya Kembali

20240326 004952 jpg

Hari itu, Jakarta dan sekitarnya dilanda kerusuhan, penjarahan, dan pembakaran terhadap rumah, bangunan pertokoan dan banyak kendaraan (Kompas, 14 Mei 1998). Aksi ini dilakukan oleh massa yang sudah terprovokasi. Mereka menyasar bangunan dan kendaraan milik orang Tionghoa, bahkan menargetkan orang Tionghoa itu sendiri.

Jemma Purdey dalam Kekerasan Anti-Tionghoa di Indonesia 1996-1999 (2013) menjelaskan munculnya sentimen rasial terhadap Tionghoa disebabkan karena ada stereotip bahwa mereka patut dibenci hanya karena kaya raya dan dekat dengan penguasa Soeharto. Dan tokoh sentral yang melekat dengan deskripsi itu adalah Sudono Salim.

BACA JUGA:  Menuju Rakernas di Kalimantan, MOI Mantapkan Persiapan

“Perusahaan para cukong dan keluarga Soeharto merupakan sasaran utama pembakaran dan penjarahan. Bank Central Asia milik Liem Sioe Liong merupakan objek serangan utama,” tulis Ricklefs.

Dalam penceritaan Richard Borsuk dan Nancy Chng, sebagai target amukan massa, beruntung saat kerusuhan terjadi Sudono Salim, istri dan beberapa anaknya sedang berada di Amerika Serikat menemani Salim yang bakal operasi mata. Di Jakarta, hanya ada Anthony Salim yang bekerja di Wisma Indocement, Jl. Sudirman.