
SOROTNTT.Com-Pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur (NTT) terus melakukan pengembangan atas kasus korupsi proyek persemaian modern Labuan Bajo, Manggarai Barat.
Kasus korupsi persemaian modern Labuan Bajo ini telah merugikan negara mencapai 112,7 miliyar.
Tim penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati NTT terus mengembangkan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pekerjaan konstruksi pembangunan persemaian modern Labuan Bajo Tahap II Provinsi NTT tahun 2021 pada Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL).
Seperti dilansir Medialabuanbajo. Com pada Selasa 22 Agustus 2024 dijelaskan bahwa pada Saat ini, Tim penyidik terus mendalami keterangan sejumlah saksi terkait.
Untuk merampungkan penyidikan, tim penyidik juga dikabarkan bersama tim BPKP Perwakilan NTT akan melakukan pemeriksaan setempat di lokasi persemaian modern Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat.
Untuk diketahui, peningkatan dari tahap penyelidikan ke penyidikan perkara ini ditetapkan dalam ekspose perkara yang dilakukan tim penyidik di hadapan Kajati NTT, Wakajati NTT dan para Asisten, beberapa waktu lalu.
Dalam ekspose perkara tersebut, tim penyidik Pidsus menyampaikan hasil penyelidikan perkara, yang kemudian dinilai telah lengkap sehingga ditingkatkan ke penyidikan.
Kepala Seksi Penkum dan Humas Kejati NTT, Agung Raka, SH.,MH., saat dikonfirmasi awak media ini, membenarkan.
“Ya, sesuai hasil ekpose, perkara ini telah ditingkatkan ke penyidikan. Dalam pekerjaan ini telah terjadi tindak pidana, dan tindak pidana tersebut masuk kualifikasi delik tindak pidana korupsi. Untuk itu, ditingkatkan ke penyidikan guna mencari dan mengumpulkan bukti untuk membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya,” kata Agung.
Menurut dia, pembiayaan kegiatan ini bersumber dari APBN, sebagaimana tertuang dalam DIPA BA 29 Tahun 2021 Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung Benain Noelmina, dengan nilai kontrak Rp39.658.736.000, dan kemudian nilai kontrak setelah addendum Rp42.831.699.000.
Bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah Agus Subarnas. Sementara, kontraktor pelaksana adalah PT Mitra Eclat Gunung Arta dengan Sunarto sebagai direktur.
Proyek ini kontraknya pada 12 Agustus 2021, dan sudah dilakukan addendum kontrak pada 15 November 2021, 7 Desember 2021 dan 30 Desember 2021,” beber dia.
Sementara itu, terkait progres pembayaran, menurut Agung Raka, pada 28 Oktober 2021 telah dilakukan pembayaran tahap I (15%) sejumlah Rp5.948.810.400, setalah potong PPn-PPH menjadi Rp5.299.849.266.
Kemudian, pada 29 November 2021, dilakukan pembayaran belanja modal termin II sejumlah Rp8.685.325.912 setelah dipotong PPn-PPH menjadi Rp7.737.835.812.
Baca Juga: Kapolri Perkenalkan Kota Seribu Senja Ke Para Delegasi AMMTC
Selanjutnya, pada 17 Desember 2021 dilakukan pembayaran belanja modal termin III sejumlah Rp13.016.090.258, setelah dipotong PPn-PPH menjadi Rp11.596.153.138.
Dan, pada 23 Desember 2021 dana termin IV dengan nilai Rp13.525.311.802 diblokir, dan akan bisa dicairkan bila pekerjaan sudah dilakukan PHO dengan mekanisme bank garansi menjamin pekerjaan hingga 31 Desember 2021.
Agung Raka juga menguraikan fakta penyelidikan, dimana pada item shaded area dan germination area, penyidik menyimpulkan bahwa pekerjaan beton/rabat underspecification, cepat rusak/tergerus, dan mengurangi usia konstruksi.
Pekerjaan mutu beton dari beberapa uraian kegiatan yang tidak sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang ditentukan di dalam kontrak dengan nilai sebesar Rp4.570.843.216,74.
Sementara itu, pada bagian reservoar, sesuai fakta penyelidikan disimpulkan bahwa pekerjaan beton/rabat underspecification, mengurangi daya dukung/kekuatan konstruksi, mengurangi usia konstruksi, tidak pernah uji fungsi ketika PHO, tidak pernah diisi air/tidak pernah difungsikan, ada pekerjaan yang tidak dikerjakan/tidak diadakan.
“Terdapat item pekerjaan fiktif pada pekerjaan pembangunan reservoar dengan nilai sebesar Rp141.545.161,22,” sebut Agung Raka.
Selanjutnya, pada item pembangunan jalan, dari fakta penyelidikan penyidik berkesimpulan bahwa material dan konstruksi underspecification, cepat rusak/tergerus, mengurangi usia konstruksi, pekerjaan jalan, saluran drainase, pekerjaan pasangan batu dan pekerjaan deuker yang tidak sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang ditentukan di dalam dokumen kontrak dengan nilai sebesar Rp4.989.387.779,67.
Kemudian, pada item mekanikal dan elektrikal pompa air reservoar, sesuai fakta penyelidikan, tim Pidsus berkesimpulan bahwa terdapat kesalahan instalasi, rusak, tidak pernah uji fungsi ketika PHO, tidak bekerja optimal, dan ada bagian peralatan mekanikal dan elektrikal yang tidak diadakan/tidak dipasang.
“Pekerjaan mekanikal pada pembangunan ruang pompa yang tidak terpasang dan kurang volume dengan nilai sebesar Rp1.140.977.650,” sebut Agung Raka.
Agung Raka juga menyebutkan bahwa, terdapat kekurangan pembayaran denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan dengan nilai sebesar Rp1.907.957.510.
“Dengan demikian, hal tersebut setidak-tidaknya mengakibatkan kerugian keuangan negara kurang lebih sebesar Rp12.750.711.318,03,” pungkasnya.
Sumber: Medialabuanbajo.Com