Perempuan dan Keterwakilan Politik

perempuan dan keterwakilan

pertama faktor budaya, yang mana dominasi laki-laki dalam budaya patriarkat begitu kuat sehingga keikutsertaan perempuan sangatlah minim. Hegemoni laki-laki seperti candu yang kemudian membuat perempuan “ketagihan” untuk tetap bertahan di bawah bayang-bayang budaya patriarkat.

Kedua, faktor sosial,  yang mana pengaruh lingkungan sosial (masyarakat) juga turut mempengaruhi aktivitas perempuan di ruang publik. Semisalnya perempuan yang sering keluar malam dan dianggap perempuan yang “kurang baik” sementara pada waktu bersamaan laki-laki begadang hingga larut malam malah ditolerir. Stereotip yang begitu ekstrim diamanatkan untuk perempuan merupakan sebuah “cambukan” psikologis yang sering kali melemahkan perjuangan perempuan.

BACA JUGA:  50 Calon Kepala Daerah yang Diusung PDIP di Pilkada 2020

Ketiga, adanya peran ganda, selain sebagai pekerja rumah tangga, perempuan juga dalam waktu bersamaan harus menjadi wanita karier. Beban ganda yang dimiliki perempuan ini menjadi biang minimnya keikutsertaan perempuan dalam ranah politik.

Keempat, ruang kerja yang kurang nyaman bagi perempuan, dimana pimpinan umumnya tidak memiliki inisiatif untuk memajukan perempuan. Fasilitas kantor yang tidak memadai untuk menyeimbangkan peran perempuan di dalam keluarga dan pekerjaan. Semisal, tidak tersedianya fasilitas day care bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) perempuan dengan anak balita.