
SOROTNTT.Com– Silvanus Hadir, Bakal Calon Anggota DPRD Provindi NTT dari Partai Perindo memiliki beberapa pemikiran tentang tarian caci.
Beberapa pikiran tersebut disampaikan ketika beliau menghadiri acara Tarian Caci di Kampung kelahiranya di Deru, Desa Compang Deru, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur, pada Sabtu 26 Agustus 2023.

Kepada media ini melalui pesan WhatsAppnya Silvanus Hadir menyampaikan, Pergelaran Caci tidak sekadar menjaga budaya semata, tetapi juga merawat hidup bermasyarakat kita.
Ditempat kita lahir ini, kita memiliki budaya yang namanya budaya Tarian Caci Manggarai. Budaya itu akan bertumbuh besar dan bereksistensi dalam taman NKRI bersama kebudayaan lainnya.
“Gelar budaya ketangkasan Tarian caci bukan soal adu pukulan saja, tetapi merupakan adu ketangguhan emosional, fashion yang saling terikat satu sama lain,”.
Lanjut Sil Hadir, Caci banyak memberikan inspirasi mengenai kesetiakawanan, ketangguhan, ketahanan dan pelajaran etik dalam menghadapi berbagai tantangan hidup ini.
“Tugas kita bersama kedepan sebagai anak kandung kebudayaan Manggarai dan terutama tugas generasi muda sebagai penerus masa depan budaya manggarai, harus merawat budaya tarian Caci ini dengan baik, Tutur Silvanus”.
Pesan Silvanus Hadir Kepada sejumlah anak muda pemain Caci dari Rangat, Desa Welu, Kecamatan Cibal, Kabupaten Manggarai, agar bisa bertanggung jawab terhadap adat, lebih khusus tentang keberadaan Tarian Caci.
Menurut pensiun Pegawai Negeri Sipil (PNS) itu, Tarian Caci merupakan penggabungan dari empat unsur utama yaitu seni, permainan, pertarungan, dan sastra.
Selain sebagai suguhan kepada tamu kehormatan, tarian ini biasanya dimainkan sebagai wujud rasa syukur saat musim panen tiba, ritual tahun baru, dan upacara pembukaan lahan.
“Ini adalah Tari Caci. Tari ini memiliki banyak unsur, mulai dari seni, permainan, pertarungan dan ada nilai-nilai sastra yang dibawakan dalam nyanyiannya,” ujar Sil Hadir yang juga keturunan tua adat Kampung Deru.

Tarian ini dimainkan oleh sepasang pria atau lebih yang saling bertarung dengan senjata berupa cambuk (pecut) dan perisai (tameng). Penari yang bersenjatakan pecut bertindak sebagai penyerang atau disebut paki. Sedangkan yang menggunakan tameng adalah pihak yang bertahan atau ta’ang.
“Material yang dibawakan, ada tameng yang terbuat dari kulit kerbau yang dikeringkan. Demikian juga dengan pecut yang terbuat kulit kerbau yang dikeringkan,” tutupnya.