Sistem belajar dedaring bagi siswa SD, SMP, SMA/SMK Menteri Makarim gagal total

IMG 20211023 WA0089 5 jpg

Penulis: Jon Kadis, S.H., sekjen Komodo Lawyers Club, di Labuan Bajo

Itu disimpulkan dari nilai pelajararan siswa tahun 2021 yang anjlok gergara covid. Diketahui bahwa salah satu keampuhan untuk mematahkan matarantai covid adalah pembatasan perjumpaan atau tatap muka dengan sesama. Tapi side efeknya justru mematikan sesuatu yang biasanya tumbuh dari tatap muka itu.

Salah satu tatap muka reguler itu antara lain adalah antara murid dan guru di Sekolah Dasar enam tahun (SD), Sekolah Menengah Pertama tiga tahun(SMP), dan Sekolah Menengah Atas tiga tahun (SMA) atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Pada tatap muka terjadi pendampingan langsung dan sentuhan Sang Guru terhadap murid. Hal itu amat besar pengaruhnya bagaimana agar murid memahami dan menyerap ilmu pengetahuan. Pendampingan langsung Sang Guru yang memiliki ketrampilan ilmu pendidikan itu mampu menerapkan ilmu kepada murid. Selain ilmu pengetahuan spesial Sang Guru, ia juga memiliki ilmu Pendidikan (pedagogy) dan psikology. Hal itu membantu agar bagaimana ilmu itu terserap kepada para siswa falam kondisi psikis masa remaja mereka. Oleh karena itu maka pada usia remaja itu perlu bimbingan langsung sang Guru / Pendidik. Tatap muka. Siswa usia tersebut belum bisa mandiri. Beda halnya dengan para mahasiswa. Pembatasan tatap muka karena covid itu justru ‘mematikan’ atau menghilangkan ruang dimana terjadi proses daya serap ilmu kepada para siswa. Itu kata Ibu Guru Kepala SD Cewo Nikit di Ruteng, Kabupaten Manggarai dalam telpon saya kepadanya hari ini, Ibu Monika Murni. Hal yang sama juga dikatakan oleh Ibu Maria Miryani, Kepala SD di Merombok, Laban Bajo, Kabupaten Manggarai Barat.