Puisi

Bukan Sampai

20230417 155134 1

Oleh: Gerard N. Bibang

Selalu menuju; senantiasa pergi dan bukan sampai; selalu exit dan tertuju; itulah hakekat kemaklukan; tidak mutlak harus sampai ke kefitrian; tidak ada makhluk yang wajib sampai ke Allah, seketika dan di dunia

Yang prinsip adalah menuju-nya, bukan sampai-nya; yang utama adalah pergi-nya, bukan ketibaan-nya; jikalau Sang Maha Fithri berkenan menarikmu untuk sampai dan menyatu dengan-NYA, ya, bersyukurlah!

Menuju dan mudik itu, sama; bukan sampai; itulah perjalanan kemakhlukan; bukan hanya sampai pada Idul Fitri; karena kita tidak pernah sampai; andaikan Idul Fitri hanyalah sebuah momentum yang dinanti sesudah dipaksa berpuasa tiga puluh hari; kemudian merasa lega karena tidak harus tersayup-sayup membuka mata dan menggerakkan tubuh untuk makan sahur lagi; andaikan paskah adalah titik akhir dari berpuasa selama sebulan; maka sesudahnya boleh berhenti berikhtiar dan merasa sudah tiba pada pencapaian final

BACA JUGA:  Perjuangan Dalam Diam

Andaikan Idul Fitri adalah saat kita merasa merdeka dari kewajiban seperti kanak-kanak menjalani latihan menahan diri, tak makan tak minum dari pagi hingga senja; lantas bersama keluarga pergi shalat di lapangan dengan rasa lepas dendam; begitu juga selesai hari paskah langsung berpesta-pora karena mencapai kemenangan besar sehingga tak perlu lagi upaya-upaya yang bersifat menuju dan pergi

Dan andaikan Idul Fitri adalah pada akhirnya menikmati cengkerama dengan sanak famili, bersilaturahmi, bermaaf-maafan; kemudian semua itu kita akhiri dan kembali ke perantauan, bekerja, mencari nafkah, menghimpun kekayaan atau mempertahankan penghidupan; dan andaikan setelah paskah, status quo adalah tempat untuk kembali lagi beraksi

BACA JUGA:  Tatkala Turun Senja

Andaikan itulah Idul Fitri, andaikan hanya demikian itulah Idul Fitri, andaikata paskah hanya sebatas hari raya besar dan bermegah-megah, maka perayaan itu hanya kebudayaan; yang mungkin indah, tetapi tidak ada jaminan bahwa terkandung di dalamnya suatu kualitas rohani; atau mutu sejarah; perayaan itu hanyalah bedug yang ditabuh dengan aransemen tertentu setahun sekali; ia hanya ketongan atau lesung yang dipukul untuk menandai suatu peristiwa rutin; ia hanya pagi yang menerbitkan matahari dan senja yang menenggelamkannya, yang berlangsung setiap awal hari dan malam hingga larut; terkait paskah, ia hanyalah lonceng yang memanggil untuk ibadat dan berdoa pada setiap hari minggu dan hari tertentu

BACA JUGA:  Mengapa Begini dan Begitu?

Maka perayaan-perayaan itu hanya alam yang diselenggarakan; atau paling jauh ia hanya kebudayaan yang beku, yang melewati rentang waktu dengan tetap membawa kebekuannya; engkau merasa tiba padahal sejatimu engkau tidak pernah sampai; engkau merasa wah padahal sejatimu engkau bukanlah siapa-siapa dan belumlah apa-apa

Menuju-lah hakekat setiap makhluk
Ke titik tiba yang ditakdirkan oleh-NYA
Ayunlah langkahmu sejauh-jauh merengkuh
Sebab tak pernah engkau tahu kapan mendarat di alas tiba
***(gnb:tmn aries:senin:27.4.23: menjelang Idulfitri)