KATA SEINDAH BUNGA

20210416 090047 1 jpg webp

Jujur, saya langsung apes seperti tikus basah. Lalu sambil membela diri: “Pater, saya ini kan mengulas hanya ayat ini dari Yehezikiel, konteks historis dan metodologinya sitzt im leben”. Dia tertawa kecil, dan dalam hati saya bergumam: “aduh, ini nyinyir atau apa ya.”
“Saya paham maksud kamu,” sambungnya, “hanya sebagai tulisan ilmiah, demi komprehensiblitas, harus juga menyinggung siapa dan di mana hal yang disama diulang atau dibahas, sehingga nilai dari tema ini akan terlihat!”

BACA JUGA:  Hari ini, Kick Off Tekun Tenun Indonesia, di Manggarai Timur

Saya diam. Tapi mulai keringat dingin ketika dia bilang: “Geradus, ini bukan buku asli yang kau baca, ini buku aslinya.” Lalu dia ambil dari raknya, saya lupa judulnya tapi buku itu ditulis dalam bahasa Jerman.

Saya coba membela diri lagi: “Yang penting isinya sama ka Pater.” “Bukan begitu juga,” jawabnya, “tapi demi orisinalitas harus dilakukan, kecuali kalau buku aslinya tidak ada. Saya dulu pernah buat paper tentang ini barang.”

BACA JUGA:  Seni Budaya NTT Meriahkan Pentas Budaya Nusantara Universitas Warmadewa

Lalu dia mengambil paper yang ditulis dalam bahasa Italia. Dia membuka halaman demi halaman tapi saya melihat sekenanya saja demi basa basi karena bathin saya sedang galau. Singkat kata, revisi substansi cukup banyak karena tema harus diperluas. Dan buku utama Yehezkil dalam edisi Jerman dibawa pulang un
tuk dibaca dan digunakan sebagai sumber asli.