Ketika Advokasi Menjadi Provokasi

Sangat tidak pantas jika JPIC mempersalahkan ke-154 keluarga yang setuju tambang. Sikap a priori bukanlah sikap yang sesuai nilai Kristiani.

Datanglah ke Lengko Lolok dan Luwuk. Dengar aspirasi mereka secara objektif. Silakan memberikan pandangan dan mengadvokasi mereka, tapi jangan memaksa mereka. Karena mereka punya kewenangan untuk menentukan masa depan mereka.

JPIC adalah organisasi yang membawa nama Gereja. Namanya saja Justice, Peace and Integrity of Creation (Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Captaan).

BACA JUGA:  Tantangan Industri Film Indonesia di Tengah Badai Corona

Saya membayangkan, yang ada di organisasi ini adalah figur-figur yang berasal dari berbagai disiplin ilmu, sangat ahli di bidangnya, dan memiliki integritas tinggi. Nyatanya tidak demikian.

Dalam pengaduan ke Komnas HAM mestinya yang dikedepankan adalah objektivitas. Bukan manipulasi fakta.

Bagaimana mungkin JPIC tidak menyebut bahwa dari 163 keluarga di Lengko Lolok dan Luwuk ada 154 keluarga yang setuju tambang batu gamping dan pabrik semen?

BACA JUGA:  Tuntutan Paslon 02 untuk PSU di Seluruh Indonesia, Bagai Mimpi di Siang Bolong

Mengapa JPIC melakukan sebuah tindakan “gebyah uyah”, kata orang Sunda yang artinya “menggeneralisasi” seakan seluruh keluarga terdampak menolak tambang dan pabrik semen!